Monday, February 15, 2010

PENGANTAR PENULIS

KUMPULAN CERPEN KRIMINAL adalah Kumpulan Cerpen yang terbagi kedalam Kisah Kriminal, Misteri, Reality Kehidupan dan Roman. Terdapat tiga belas cerita yang tergambar dalam Situasi dan Kondisi yang berbeda sehingga menjadikan setiap Cerita dalam Kumpulan Cerpen ini menjadi istimewa dan tidak mematikan Mood saat membacanya. Di kombinasikan dengan Drama Percintaan dan Persahabatan yang penuh dengan Pengorbanan dan Pilihan yang memberatkan, yang pastinya akan menguji kepekaan Pembaca karena didukung dengan gaya Penulisan yang Puitis dan penuh makna disetiap kata-katanya. Berbumbu humor, membuat semakin asik saat membacanya dan tidak membuat jenuh.
Saya Saiful menuliskan setiap Cerita dalam Kumpulan Cerpen ini dengan penuh pertimbangan dalam menggambarkan Situasi dan Kondisi lingkungan serta Penokohan setiap Pelaku dalam setiap ceritanya.
Demikian Pengantar Penawaran Kumpulan Cerpen yang Saya buat ini Saya sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan Terimakasih.


Hormat Saya




S A I F U L

SINOPSIS

1. Pesta Kecil ( Kriminal )
Seorang Pimpinan Anak Perusahaan tersandung kasus penggelapan uang. Kasus itu berakibat Pemecatan secara tidak hormat atas Dirinya. Setelah keluar dari Perusahaan tempatnya bekerja, Dia mendirikan Perusahaan sendiri. Namun diawal usahanya Dia mengalami kendala permodalan karena terkena Kredit macet, sehingga mengancam kelangsungan produksi.
Dengan bantuan mantan Karyawannya, Dia berusaha mencari suntikan dana untuk mengaktifkan kembali Perusahaannya. Secara runut cerpen ini menceritakan bagaimana cara Mereka berusaha mendapat pinjaman jangka panjang, hingga pada akhirnya Mereka mendapat suntikan dana yang cukup besar secara Cuma-Cuma.

2. D, Crim's ( Kriminal )
Kematian Arby sangat tragis dan mengerikan. Dia ditemukan tewas terbunuh di salah satu kamar Hotel murahan, dengan beberapa luka menganga ditubuhnya. Polisi segera mengusut kasus itu dan menahan Seorang Wanita Tunasusila yang disinyalir terakhir berhubungan dengannya.
Mendengar Berita Kematian Arby, Diana sangat shock. Bahkan beberapa jam sebelumnya, Dia menemukan Organ dalam di lemari pakaiannya yang ternyata adalah Organ dalam milik Arby, Suaminya. Dengan ditemani Els dan Krisna Mereka memberikan informasi pada Kepolisian untuk penyelidikan lebih lanjut.

3. Teh Hijau Rempah Hangat ( Kriminal )
Perselingkuhan memang begitu nikmat bila dijalani dengan rapih dan tanpa terlihat. Kesenangan yang tak dapat diraih secara damai dengan mudah akan didapat. Namun apa yang terjadi bila perselingkuhan dilakukan antara Adik Perempuan dengan Suami kakaknya sendiri?.
Di lain sisi sang Kakak tak sadar tengah terjadi Affair ditengah interen keluarganya, hingga pihak ketiga masuk secara halus untuk melerai perselingkuhan itu. Terjadilah perseteruan dingin dibalik senyum-senyum ramah yang malam itu ada tiga Wanita cantik, Seorang Suami dan Anak Perempuannya.

4. Petualangan Tengah Malam ( Kriminal )
Setiap menoleh pada kehidupan Orang-orang tak berumah, selalu saja membuat Kita merinding jika membayangkan kalau Kita menjadi salah satu dari Mereka. Di tengah kemegahan, Mereka seperti Kuman-kuman yang hidup disela-sela. Bahkan sebagian Orang memilih untuk menutup mata karena memandangnya saja pun jijik.
Cerpen kali ini menceritakan tentang Seorang Bocah jalanan yang hidup ditengah keberingasan Kota. Tak ada pilihan untuknya. Seperti pada satu malam ketika Dia dihadapkan dengan tindak Kriminal dan Kematian. Kali ini pun tak ada pilihan untuknya. Dia terjebak didalamnya dan kembali menjadi seperti kuman yang harus di basmi. Dan Maut mengejaar sepanjang tengah malamnya.

5. M I L A ( Kriminal )
Mila adalah Wanita simpanan Seorang Pengusaha Sukses. Dia mulai menikmati kehidupannya sekarang yang serba tercukupi.
Cerpen ini mengisahkan secara singkat perjalanan hidup Mila dari mulai Dia baru menginjak masa Remaja yang akhirnya terampas karena menjadi korban perdagangan Gadis dibawah umur. Di kisahkan juga bagaimana masa kecilnya ketika bersama teman-temannya Dia menunggu untuk mendapat Oleh-oleh dari Kakak Temannya yang baru kembali dari merantau. Kisah Mila berujung dengan kematiannya yang tragis saat Dia baru menemukan kebahagiaannya.

6. Keterbiasaan ( Kriminal )
Seorang Anak Lelaki yang hidup dirumah mewah. Dia dibesarkan oleh Seorang Ibu yang mengalami gangguan mental dan Emosi yang tidak stabil. Di lingkungannya Dia juga tak mendapat respon baik dari para Tetangganya dan Teman bermainnya karena latar belakang kehidupan yang entah bagaimana tentang Orang tuanya.
Tanpa sengaja pada suatu sore Dia mencelakai salah satu Temannya hingga tewas. Diapun menjadi tahanan. Kehidupan barunya di Tahanan khusus Anak sangat buruk.
Diusianya yang telah Dewasa dia bebas dan kembali kerumah. Ternyata keadaan telah sangat berubah. Dia tak menemukan Ibunya yang ternyata telah meninggal hanya beberapa hari setelah penahanannya. Dendamnya pada Orang-orang dan Teman-temannya dulu semakin tak terkontrol. Dia juga melampiaskan kebenciannya itu pula pada Anak-anak Lelaki yang dianggap nakal seperti Teman-temannya dahulu.

7. Darah Pembalut Perawan ( Horor )
Kisah kematian Seorang Gadis secara Misterius. Cerita Horor ini dibumbuhi dengan lelucon ringan dan menggunakan bahasa keseharian yang biasa digunakan para Pekerja kebersihan. Berlatar di sebuah Gedung Perbelanjaan elit dan perkantoran.

8. BHIYUNG ‘Cahaya Yang Tak Akan Pudar’ ( Reality )
Bercerita tentang peranan seorang Ibu. Tak ada sesuatu pun di Dunia ini yang lebih agung bila dibandingkan dengan jasa-jasa seorang Ibu. Betapa tulus kasih sayang yang Dia curahkan.
Cerpen ini mengisahkan perjuangan Seorang Ibu dalam membesarkan dan membimbing Anak-anaknya dengan tanpa Suami. Bhiyung, adalah sebutan untuk Ibu di sebagian luas Kampung di Jawa Tengah. Dia harus menjadi pengumpul sisa-sisa rontokan padi dari mesin-mesin penggilas yang telah menggeser alat perontok padi manual. Dan ternyata kemajuan ini tak cukup baik bagi kaum buruh sepertinya.

9. Balada Kisah Singkat ( Reality )
Perjalanan dua Sejawat yang sama-sama mempunyai mimpi dan cita-cita. Berdua Mereka datang ke Kota yang diyakini mampu mewujudkan semua mimpi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup akhirnya Mereka berpisah karena bekerja di tempat yang berbeda.
Kerasnya kehidupanternyata membuat Mereka mulai melupakan tujuan awal datang ke Kota itu. Perselisihan kecil sering terjadi karena ego masing-masing.

10. Ice Cream Cinta ( Remaja )
Adalah kisah pertemanan antar Remaja dan kisah cinta Mereka. Alka secara halus berupaya merebut trya, kekasih Davin yang telah lama Disukainya. Rencananya berhasil dengan membuat Davin merasa kehilangan Melanie. Alka mencoba mendekatkan diri pada Melanie yang pernah mengungkapkan cinta pada Davin, Teman akrabnya tetapi Davin menolaknya.
Peluang terbuka lebar untuk Alka mengambil hati Trya yang sedang hancur karena melihat Davin tengah berciuman dengan Melanie.

11. Mungkin Aku Tidak Sedang Menunggumu. ( Romance )
Perpisahan dengan Teman Remajanya ternyata menyisakan berjuta kenangan bagi Alvian. Setelah kepergian Nadia, Dia merasa ada yang hilang dari Dirinya. Alvian sadar kalau Dia telah jatuh cinta pada Nadia. Nadia adalah cinta pertama sekaligus cinta sejatinya. Alvian yakin pilihan cintanya tak keliru. Nadia adalah yang terbaik dan suatu saat Dia akan kembali untuknya. Dengan bermodal keyakinan itu, walau sekian lama berpisah tak membuat hati Alvian berpaling untuk mencari pengganti Nadia.
Memang benar. Pada akhirnya Nadia memang kembali. Alvian begitu bersemangat dan berniat menyempurnakan cintanya dengan melamar Nadia.

12. Maaf untuk Mujirah Muslim ( Reality )
Sudah sewajarnya Orang tua manapun ingin memberikan yang terbaik untuk Anaknya. Ketika Orang tua menjatuhkan satu pilihan untuk Anaknya tanpa persetujuannya, terjadilah perseteruan diantara Mereka hingga sebuah keputusan diambil tanpa kesepakatan.
Muji yang bersikeras tetap berhubungan dengan Adhi, Kekasihnya hingga harus meninggalkan rumah karena menolak perjodohan Orang tuanya dan memutuskanmenikah dengan Adhi tanpa restu Orang Mereka. Cerpen ini berujung pada kembalinya Muji pada Orang tuanya setelah sekian tahun pergi meninggalkan rumah dengan ketidak baikan.

13. Sun Beach (roman)
Hadirnya kekasih baru ternyata tak mampu membuat Bintang melupakan Kekasih sebelumnya. Kenangan selalu berhasil menyeretnya ke kembali masa lalu saat masih bersama Kekasih lamanya. Dan kenangan itu selalu berulang seperti Alur peristiwa yang selalu diakhiri dengan perpisahan.
Disaat kekasihnya yang sekarang mempertanyakan ketulusan cintanya, kenyataan memberitahukan kalau Bintang memang belum dpat sepenuhnya melupakan Kekasih sebelumnya. Keraguan Kekasih barunya pun kembali timbul dan kembali mempertanyakan apakah cintanya sedang diuji. Ataukah Bintang tak akan mampu melupakan Kekasih sebelumnya. Dan selamanya Dia tak akan dapat menggantikan posisinya.

TEH HIJAU REMPAH HANGAT

Sepucuk sendok bubuk kayu manis dari stoples kaca mungil yang hanya berisi setengahnya, untuk secangkir seduhan teh hijau rempah hangat untuk Dimas. Sambil mengaduk pelan Chaty masih tertarik memandangangi stoples satunya lagi yang telah kosong sejak dua minggu yang lalu. Ya, dua minggu yang lalu Chaty membuka stoples keduanya yang kini hanya berisi setengahnya. Bukan, bukan yang kedua melainkan yang ketiga. Sebelumnya Chaty telah memecahkan stoples yang pertama kosong. Satu stoples untuk waktu satu bulan, dua stoples untuk waktu dua bulan. Chaty merasa perkiraanya tak salah. Secepat itukah waktu dua setengah bulan Dia lalui?. Chaty berhenti mengaduk. Tapi bukan karena stoples-stoples itu atau isinya yang membuat Chaty tanpa sadar mulai melamun, melainkan karena waktu dua setengah bulan itulah pertama kali Dimas membawakan tiga stoples mungil berisi bubuk teh hijau yang telah diracik dengan rempah-rempah ke rumahnya. Hari itu pula Chaty membuka salah satunya. Secepat itukah waktu berjalan?. Kini Chaty meragukan sendiri perkiraanya dan mulai membuka-buka Calender duduknya. Ternyata benar, dua bulan lima belas hari yang lalu, awal Dia mulai menghabiskan sebagian sore harinya bersama Dimas tanpa perlu berpura-pura lagi.
Chaty mengambil beberapa butir cengkeh dan menghanyutkannya diatas putaran air seduhan teh hijau rempah hangatnya dan menaruhnya diatas meja rias. Dari pantulan cermin Chaty dapat melihat dengan jelas Dimas yang masih lelap dengan setengah badannya masih tertutup selimut. Dimas memang Pria yang tampan. Bahkan Dia masih tetap berkharisma biarpun telah memiliki Seorang Anak. Bila saja dulu Chaty lebih berani mengambil resiko, Dia tak perlu menjalin hubungan dibelakang Istrinya yang tetap setia di balik ketidak tahuannya. Dari cermin pula Chaty melihat Dimas menggeliat dan merubah posisi berbaringnya. Chaty menekuk rambut sebahunya dan mengikatnya dengan penjepit. Dia mendekat ke ranjang. Duduk ditepiannya sambil menyibakkan rambut Dimas lalu mencium keningnya. Perlahan Dimas membuka matanya.
“Tidurmu lelap sekali seperti Bayi.”
“Benarkah?, Aku lelah sekali.”
“Aku tahu. Bangunlah dan bersihkan badanmu. Aku telah menyiapkan air hangat untukmu.”
Chaty beranjak menuju meja riasnya kembali. Dimas bangun dan mengambil celana pendeknya yang terserak dilantai lalu memakainya. Dia berjalan menghampiri Chaty yang saat itu tengah mengangkat seduhan teh hijau rempah hangatnya. Seketika Dia menaruhnya kembali saat Dimas memeluknya dari belakang.
“Kau hampir membuatku menumpahkannya.”
“Dan Kau baru saja berhasil menumpahkan hasratku.”
Chaty tersenyum sambil mengusap wajah Dimas.
“Dua hari yang lalu Sandra berkunjung kesini dan sempat menanyakan tentang racikan teh hijau rempah hangat ini.”
“Lalu bagaimana Kau menjawabnya?”
“Aku mengatakan mulai menyukainya sejak tinggal sementara dirumah kalian.”
“Dia curiga?”
“Tentu saja tidak. Aku selalu bisa meyakinkannya,” jawab Chaty.
“Mandilah, sekarang sudah mulai sore.”
“Aku ingin mandi bersamamu.”
“Aku baru selesai mandi. Kamu lihat sendiri.”
“Ayolah Chat..!, Aku masih bisa kok…” bisik Dimas ditelinga Chaty sambil sesekali kembali menciuminya.
“Bukan itu maksudku. Sekarang sudah jam tujuh lewat. Chealsea pasti sudah mulai cemas menunggumu.”
“Ya ampun.., Aku hampir lupa kalau hari ini Chealsea ulang tahun. Untunglah Kau mengingatkanmu.”
Sekali lagi Dimas mencium leher Chaty lalu melepasnya dan menuju kamar mandi. Chaty diam terpaku. Mendadak Dia menyesal telah mengingatkan Dimas tentang Ulang tahun Putrinya. Chaty memperhatikan kotak kado berbalut pita merah dipojok meja riasnya. Hadiah untuk Sandra, Istri Dimas.
Banyak sekali kebetulan disini. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan Mereka, sekaligus Hari Ulang tahun Chealsea, putri tunggal Mereka Apa mungkin ini satu kebetulan ataukah satu perencanaan. Kenapa semua menyangkut Orang-orang terdekatnya. Chaty bertemu Dimas dulu waktu masih SMA, saat terjebak ditengah tawuran pelajar antar sekolah. Dia yang menyelamatkannya dari kekacauan itu. Dan Chaty masih ingat saat itu Dia langsung jatuh hati padanya.
Beberapa hari kemudian Mereka kembali bertemu, dan ternyata Pria baik itu bernama Dimas adalah teman kuliah Sandra sekaligus kekasihnya. Waktu itu Chaty langsung mematahkan harapannya dan cintanya. Sangat menyakitkan memang. Apa ini juga satu kebetulan?.
tanganya mendorong pelan kotak kado berbalut pita merah dipojok meja riasnya. Dimas yang mendengar suara benda terjatuh, kembali membuka pintu kamar mandi dan menjulurkan kepalanya melalui sela pintu yang sedikit terbuka itu. Dia melihat Chaty yang sedang sibuk memunguti pecahan Mug yang terserak dilantai.
“Maaf, Aku tak sengaja menjatuhkannya.”
“Tak apa. Nanti Kita mampir ke Galery untuk membeli yang baru.”
“Kita?, apa maksudmu dengan Kita?”
“Bukankah hari ini Kau juga berencana datang kerumah untuk memberikan ucapan selamat pada Chealsea dan…Sandra tentunya.”
“Tapi tidak bersamamu. Sandra pasti akan curiga.”
“Kurasa tidak. Kantorku melewati rumahmu. Tapi terserah Kau sajalah.”
Kata Dimas dengan nada yang sengaja dikeraskan dari dalam kamar mandi.



* * *








Mobil warna hitam itu meluncur masuk kedalam Garasi yang sengaja telah dibuka lebar-lebar. Disisi kiri terlihat kaki Chaty yang memakai sepatu hak tinggi.
“Chealsea keponakanku tersayang.., Kurasa Sandra telah menelephon Sekertarismu sebelumnya,” ucap Chaty sedikit gugup.
“Lena tahu apa yang harus dikatakan pada Sandra.”
“Sepertinya Sekertarismu sangat mengerti tentangmu.”
“Bukan tentangku, tapi tentang kesibukanku dan pekerjaanku,” jawab Dimas agak kesal
”Sebenarnya sejak tadi ingin kutanyakan padamu. Sebenarnya apa saja yang Kau lakukan didalam Galery. Aku sampai bosan menunggumu.”
“Tentu saja Aku memilih Hadiah untuk Chealsea dan Sandra, bukan asal membeli hadiah.”
“Begitu.”
Mereka saling diam.
“Maafkan Aku. Bukan Aku curiga padamu. Aku hanya gugup.”
“Ya., Aku mengerti,” jawab Chaty pelan.
Chaty berjalan mendahului Dimas melewati satu persatu tatakan batu sepanjang taman samping rumah menuju pintu depan. Chealsea yang berbahagia. Dia cantik sekali dengan gaun pestanya. Chealsea berlari kearah Dimas dan melompat kepelukannya. Mereka tampak sangat dekat dan bahagia.
“Selamat Ulang tahun Sayang. Maafkan papah terlambat,” ucap Dimas pada Putrinya.
“ Tapi Papah terlambat karena menyiapkan hadiah untuk Kamu, Sayang.”
Chaty menunjukan dua kotak kado yang dibawanya. Chealsea pun semakin bergembira. Namun ada satu hal yang membuat pemandangan Chaty menjadi tak enak. Ada seorang Wanita yang baginya asing pada malam ini. Sepertinya Dimas mengenalnya dan Wanita itu juga akrab dengan Chealsea. Sandra sendiri sepertinya sama sekali tak terganggu dengan kehadirannya. Siapa sebenarnya wanita ini?. Sepertinya Chaty pernah bertemu dengannya tapi entahlah. Dia sama sekali tak bisa mengingat kapan dan dimana tepatnya.
“Hai Chaty, Kau memakai anting?. Kau cantik sekali memakainya,” puji Sandra pada Adiknya.
Dalam hati Chaty memberitahukan pada Sandra kalau anting yang dipakainya adalah pemberian Dimas, Suaminya.
“Benarkah?. Baru sekali ini Aku memakai anting. Sebenarnya Aku merasa risih.”
“Tidak Chaty. Kau sangat cocok memakainya,” tegas Sandra.
Pandangan Chaty teralih pada Wanita asing dirumah Kakaknya.
“Siapa Wanita yang bersama Chealsea itu Kak?”
Sandra dan Chaty sama-sama melihat Wanita yang sedang bermain dengan Chealsea.
“Dia Anita. Dulu Dia teman dekat Dimas. Dia sangat baik.”
“Kakak tidak curiga atau cemburu padanya?”
“Awalnya memang, Ya. Aku selalu risih setiap Dia berkunjung kesini dan selalu menunggu kepulangan Dimas. Tapi Aku telah salah paham. Dia kesini untuk konsultasi mengenai pernikahannya yang sebentar lagi. Dan akhirnya Kami akrab seperti sekarang ini.”
“Oh begitu,” Chaty bergeming.
”Tapi Kakak harus tetap waspada.jangan sampai kecolongan.”
Sebenarnya yang lebih takut dan cemburu saat ini adalah Chaty sendiri. Chaty mengamati Wanita itu lebih seksama.
“Kamu mau teh hijau rempah hangat?” tawar Sandra.
Belum sempat Chaty menjawab, Wanita itu telah berada diantara Mereka dengan membawa dua gelas berisi Lemon Ice.
”Kurasa kali ini Chaty lebih suka Lemon Ice. Ambilah!” tawar Anita pada Chaty yang hanya tersenyum menerima segelas Lemon Ice dari Anita. Kali ini sepertinya Dia lebih leluasa dirumah Kakaknya dari pada Dirinya.
“Chaty, rumahmu searah denganku. Bagaimana kalau nanti Kita pulang bersama?, boleh kan Sand?”
“Tentu saja. Itu lebih baik.”
Sekali lagi Chaty hanya mengiyakan tawaran Anita. Chaty merasa seperti terpojok tanpa sebab.
“Selagi Kalian mengobrol, Aku akan mengantar Chealsea ke kamarnya. Sepertinya Dia mulai mengantuk.”
Sandra menggandeng tangan Chealsea meninggalkan Chaty dan Anita. Dari kejauhan sesekali Dimas memandangi dua Wanita cantik di rumahnya. Benarkah Dimas telah melakukan beberapa Affair?. Dimas menghampiri dua Wanita itu setelah Sandra menghilang dibalik pintu kamar Putrinya.


* * *


























Tatapan mata Chaty sesekali mengarah pada kaca sepion depan dan menangkap bola mata sopir taxi yang sesekali menarik tatapannya. Seperti sopir-sopir kebanyakan seolah Diapun acuh dan tetap focus pada kemudinya.
“Aku tahu beberapa kali Kau memaksaku untuk menerima tawaranmu,” ucap Chaty memulai pembicaraan.
“Dan Kau seperti mengusirku saat menawariku untuk pulang bersamamu padahal Aku baru tiba.”
“Penalaranmu cukup tinggi. Aku tahu Kau bukan Gadis polos seperti yang Sandra kira.”
“Terserah apa pandanganmu padaku. Aku tak peduli.”
“Sungguh?. Sepertinya Kau kesal padaku. Bukan hanya kesal, tapi sepertinya Kau mulai membenciku.”
“Tentu saja. Sangat tolol bila Kau tak paham itu.” Jawab Chaty.
“Siapa sebenarnya Kau ini?”
“Sama sepertimu. Hanya bedanya Aku tak sepicik Kamu.”
Chaty semakin kesal dan tak mengerti. Dia menatap tajam Anita melalui kaca sepion.
“Berhanti disini saja Pak.”
Taxi-pun berhenti.Chaty segera membuka pintu dan meloncat keluar. Dengan setengah membungkuk Dia mengintipAnita yang masih santai didalam.
“Aku menilai Kamu lemah sekali Anita” ucap Chaty mencela.
“Aku menilai Kamu Gadis bodoh yang fatal Chaty,” balas Anita.
“Kau tahu, Akulah Orang yang khusus memberikan racikan teh hijau rempah hangat itu untuk Dimas dan Istrinya. Dulu itu adalah minuman faforit Kami. Aku tak suka Kau ikut menikmatinya.”
“Asal Kau tahu, Dimas sendiri yang memberikannya padaku.”
“Tentu saja karena Kau terlalu murahan dan tak tahu malu.”
“Jaga perkataanmu.”
“Tapi Aku tak tahu apa istilah yang cocok untuk Seorang Adik perempuan yang main serong dengan Suami Kakak perempuannya sendiri. Kau lebih rendah dari pelacur!”
“Kau pikir Aku tersinggung karena hinaanmu itu. Aku tahu kau begini karena tak mendapat simpatik dari Dimas bukan!”
Anita menatap Chaty tajam.
“Ku peringatkan Kau. Akhiri semua ini. Dan kembali anggap Dimas adalah iparmu, Suami Sandra Kakakmu sendiri.”
“Maaf Aku tak bisa. Saat ini Aku sudah sangat bahagia bersama Dimas. Biarpun tanpa Status. Dan persetan dengan ucapanmu.”
“Kalau begitu Aku akan memaksamu!”
“Kuterima tantanganmu!”
Chaty mengoyangkan jari-jarinya pada Anita dan melangkah meninggalkannya yang masih didalam taxi. Kaca jendela kembali tertutup. Taxi kembali melaju. Chaty yang geram memukulkan tas bertali panjangnya ke papan penunjuk di tepian jalan. Beberapa Orang yang melihatnya hanya menatapinya dan mengatainya sebagai Orang tak waras. Tetapi Chaty tak peduli dan terus berjalan.
“Aku lebih memilih bahagia karena gila dari pada gila karena tak bahagia,” gumamnya sambil tersenyum sinis.



* * *

SUN BEACH

Sore itu luar biasa cerahnya. Angin mendesis menggoyangkan pohon duri liar di Padang pantai yang gersang. Air laut sangat jernih dengan ombaknya yang tak terlalu besar buyar terpecah karang-karang. Adalah sebentuk keriuahan yang tak ricuh. Memang benar Samudera yang luas perlambang hati yang tak bertepi. Berpadu langit megah mentak-artikan segelintir Kita dengan sekelumit permasalahan hidup yang merupakan bagian dari kodrat. Dan pantai itu selalu saja menjadi sebuah komponen alam yang tak pernah membuat jenuh Siapapun untuk menghabiskan sisa akhir pekannya.
Seperti Bintang. Sepertinya Dia merindukan sesuatu yang telah berlalu di pantai itu. Langkah kakinya yang pelan menyisakan jejak-jejak yang laun tersamarkan pasir kering saat tersapu angin. Rambutnya yang terhempas diselipkan dengan jari telunjuknya. Jauh dibatas pandangannya, Perahu Nelayan seperti tak berkekuatan diatas Samudera.
Bintang merasakan kakinya telah menyentuh air laut dan semakin basah, ketika Ombak kecil lolos dari beregu karang yang menghadangnya. Sejenak Dia berdiri mematung. Saat itu juga diangkatnya kain tipis yang melingkar di pinggang hingga semata kakinya. Kini karang-karang yang hampir tenggelam itu dilewatinya satu persatu. Sampailah Dia di karang yang terbesar. Karang itu seperti panglima perang yang begitu gagah menghadang lawan-lawannya. Bintang meraih dan berpegang pada batu karang itu. Dengan tak terlalu kesulitan, Dia menaiki karang itu seperti sebelum-sebelumnya. Sebentar saja duduk di atasnya, kain tipis yang basah oleh air laut itu telah kering. Kakinya yang mengungkang sama sekali tak tersentuh ombak.
Walau tak mengarahkan pandangannya, sudut mata Bintang dapat melihat dengan Perbukitan yang menjorok ke laut dengan sisi bawahnya yang terkikis gelombang. Dan karang-karang kecil disekitarnta seperti serpihannya.
Bila pandangannya menyisir kearah kanan, maka akan terlihat olehnya beberapa turis asing dan lokal yang beberapa diantaranya tengah bermain-main dengan bunga duri-duri yang menggelinding hingga hanyut terbawa ombak.
Jika keadaan masih sama seharusnya Patrick ada diatas batu karang tempatnya sekarang berada. Didepan komputer tipisnya waktu itu Patrick mengatakan pada Bintang kalau Dia selalu dapat menyelesaikan sisa pekerjaaannya disuasana Alam seperti ini. Dan bila ada Bintang, kekasihnya juga tentunya yang menemani.
Sore hari itu keadaan alam pun sama cerahnya seperti hari ini. Patrick begitu bersemangat walau kali ini komputer tipis yang sudah seperti bagian dari dirinya tak diikut sertakan. Melihat Patrick yang bertelanjang dada, Bintang cukup senang memendanginya yang tengah melompati Ombak-ombak kecil setinggi lututnya. Patrick melambaikan tangannya pada Bintang yang terlihat seperti sedang berpose untuk mengajaknya ikut berenang diperairan dangkal itu. Namun Bintang hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
Sambil merayu dengan kata-kata yang sedikit binal, Patrick menghampiri sambil menciprat-cipratkan air asin kearah Bintang, seraya memaksanya agar turun dan ikut berendam di air hangat itu.
Akhirnya luluh juga Bintang untuk terus menolak ajakan Patrick. Dia turun dari atas batu karang. Mereka bersendau ringan. Kini Bintang lebih asik bermain dengan riak-riak ombak yang seperti menggodanya. Di perairan sedalam pusarnya, Patrick memulai ritual berendamnya dengan membasahi tubuhnya terlebih dahulu, dilanjutkan dengan membenamkan tubuhnya hingga hanya terlihat kepalanya saja. Seperti ikan Paus kemudian Patrick meluncur. Hanya terlihat bagian belakangnya saja. Mukanya tersembunyi didalam air. Kini Patrick memutar tubuhnya seperti Aligator yang tengah mengoyak mangsanya. Dan berganti bagian depannya yang diatas. Dengan hanya sedikit saja menggerakan kakinya maka tubuh Patrick mulai bergerak kedepan dan dengan tangannya sebagai sirip Dia berbelok memutari Bintang yang masih asik bermain dengan ombak-ombak kecil.
“Cobalah seperti yang kulakukan, maka Kamu akan merasakan satu kenikmatan yang tak akan Kau temui ditempat manapun”
“Bukan Aku tak mau. Tapi Aku tak pandai berenang.”
“Kau tak perlu berenang. Hanya mengapungkan tubuhmu saja dengan Relax.”
“Tapi Aku tak yakin bisa.”
“Ayolah Hunny. Cobalah. Jika Kau bisa maka Aku tak perlu sendirian lagi berenang di perairan dangkal ini”
Patrick menurunkan kakinya hingga menginjak pasir yang lunak seperti Lumpur, tetapi tak cukup kuat membenamkan telapak kakinya.”
“Apa ini sama seperti berenang di Kolam?” tanya Bintang ragu.
“Kurang lebih,” jawab patrick
“Baiklah.., tapi Aku perlu bantuanmu.”…
“Tentu saja!.”
Maka Bintang membasahi tubuhnya terlebih dahulu seperti ritual yang dilakukan Patrick, kekasihnya. Bintang berendam sebentar lalu bangkit kembali. Patrick tersenyum senang dengan sedikit menaikan alis matanya. Kedua tangannya menahan punggung Bintang yang mencoba merebah diatas air.
“Relax dan atur nafasmu,” ucapnya memulai arahannya.
“Ya..a…”
“Tenang Hunny, ini sama sekali tak sulit dan tak menakutkan.”
“Semoga begitu.”
...“Baiklah. Setelah Kau merasa ringan gerakan kedua kakimu secara bergantian. Dan jika Kau telah merasa yakin dapat mengapung kau bisa menggunakan kedua tanganmu untuk membelok ke kanan atau ke kiri.”
Bintang mulai melakukan apa yang dikatakan Patrick dengan masih bertumpu pada kedua tangan Patrick yang masih menahan punggungnya.
“Sepertinya tak terlalu sulit.”
“Tentu saja. Apa Kau telah yakin?. Jika iya Aku akan melepas sanggahanku.”
“Sepertinya, iya…”
Perlahan Patrick menarik kedua telapak tangannya dari punggung Bintang. Hanya beberapa saat saja bintang dapat mengambang. Ternyata ombak kecil mampu melampaui mukanya. Seketika Dia hilang keseimbangan dan nyaris tenggelam diperairan dangkal itu sebelum Patrick lebih dulu meraih dan memberdirikannya.
Wajah Bintang memerah. Dirasakannya rongga hidungnya sangat panas dan pedas. Seketika pening tak dapat dielakan dari kepalanya.
“Im sory Hunny..!. Are you allright?.”
“Ya. Hanya saja bagian dalam hidungku panas sekali.”
Suara Bintang terdengar parau dari dalam. Jemarinya terus meremas batang hidungnya yang semakin memerah dan terus menyisihkan air yang masuk kedalam hidungnya. Patrick memeluk tubuh Bintang.
“Seharusnya tadi Aku tidak memaksamu. Sungguh maafkan Aku Hunny…!”…
“Ya. Aku tak apa-apa.”
…“Kalau begitu, Kau istirahat saja. Aku akan mengantarmu ke Pantai.”
“Tak perlu. Aku baik-baik saja. Biar Aku kepantai sendiri,”…
…”Kau lanjutkan saja berenangmu. Aku hanya sedikit tersedak.”
“Baiklah…hait-hati Hunny!”…
Bintang pun menyeberang ke tepian, sedang Patrick terus memastikan Kekasihnya hingga menginjakan kakinya di pasir pantai yang kering. Melihat Bintang yang sepertinya memang baik-baik saja, Patrick kembali menceburkan badannya dan kembali berenang.

* * *

















……
“Bintang…!, Bintang…!”…
Berkali-kali Seorang Pria memanggilnya dari pantai.
…”Bintang!, apa benar Kau tak mendengar panggilanku?”
Ditolehnya Pria berkulit sawo matang yang tengah menatapnya penuh harap. Pria itu masih melebarkan kedua telapak tangannya disekitar mulutnya, untuk memfokuskan panggilannya. Bintang melambaikan tangan padanya. Terasa gelombang air pasang membasahi kakinya yang masih mengungkang. Teringatlah Dia kembali pada Patrick dilautan dangkal sana. Saat pandangannya kembali menelusur kelautan Bintang sudah tak melihat apa-apa lagi. Setitik benda pun tak ada lagi di Lautan dengan ombaknya yang semakin membesar. Angin semakin bertiup kencang. Mula-mula Bintang tak sadar dengan cuaca yang mulai memburuk. Kini hatinya mulai gundah dan semakin cemas.
“Patrick, diman Kau?. Kumohon kembalilah padaku…!” teriak Bintang.
…”Aku benar-benar merindukanmu.”
Bintang memaksakan berdiri walau kakinya gemetar saat melihat ombak yang semakin tak beraturan membentur karang tempatnya berada. Angin yang semakin kencang hampir membuat hilang keseimbangannya.
Melihat kekasihnya yang semakin ketakutan, Sammy menjadi sangat khawatir. Berlarilah Dia menyeberangi perairan sedalam atas lututnya yang memang menjadi tampak menakutkan karena gelombangnya yang semakin mengganas. Setelah sampai Dia segera menggapai Bintang dan menenangkannya.
“Berpeganglah yang erat dan tenanglah Sayang…”
Sammy berusaha menurunkan Bintang yang masih ketakutan. Bola matanya berair. Bintang mulai menangis karena ketakutan dan tangannya berpegang erat pada leher Sammy yang membopongnya ke pantai. Setelah berada dipantai Mereka segera menjauh dari air laut.
“Cepat sekali cuaca memburuk. Sepertinya akan ada badai,” ucap Sammy setelah menurunkan Bintang dari gendongannya.
“Badai?”
Mata Bintang kembali menelusur keperairan. Satu kali, dua kali. Tetap Dia tak melihat apa yang dicarinya.
“Hanya badai kecil. Kau tak perlu khawatir karena ada Aku didekatmu,” Kilah Sammy menenangkan.
…”Sebaiknya Kita mencari tempat berteduh sebelum turun hujan.”
“Tapi…”…
“Tapi apa?. Sudahlah.., disana ada tempat peribadatan yang sepertinya sudah lama tak dipakai lagi,” tunjuk sammy.
Benar. Baru beberapa langkah saja Mereka meninggalkan pantai hujan sudah mendera. Berlarilah Mereka menghindari terpaan air hujan. Sampailah Mereka di tempat peribadatan. Bintang yang hanya menggunakan kaos tanpa lengan dan kain panjang yang tipis sudah kebasahan. Sammy sendiri tak membawa sesuatu apapun untuk diberikan pada Bintang yang mulai kedinginan. Semua perlengkapan ganti yang dibawanya ditinggal di mobil yang dia tinggalkan setelah memutuskan untuk mencari Bintang yang memintanya menunggu. Tentu saja Sammy mencari-cari Bintang yang mengatakan hanya sekedar mencari karang-karang dipantai. Tetapi Dia semakin jauh dan tanpa disadari Bintang sudah tak terlihat lagi hingga ditemukan tengah terjebak di atas batu karang.
Dilepasnya kemeja lengan panjang motif kotak-kotak yang dipakainya untuk diberikan pada Bintang yang mulai menggigil.
“Pakailah. Cuaca buruk seperti ini sangat tidak baik untukmu.”
“Bagaimana denganmu?”
“Tak perlu khawatir. Tak masalah bagiku jika ini bisa membuatmu lebih baik.”
Kini berganti Sammy yang hanya memakai kaos lengan pendek yang tak terlalu tebal. Angin masih saja bertiup dari arah laut. Hujan yang sebenarnya tak terlalu deras menjadi tampias disela-sela lebar dinding dan atap genteng yang beberapa diantaranya telah pecah dan terjatuh.
“Duduk dan berlindunglah pada tembok Sayang..!”
Bintang menuruti saja anjuran Sammy yang memintanya berlindung di tembok setinggi satu setengah meter bersela seperti atas-atasnya. Sammy mendekap Bintang yang bersedekuh. Sepertinya Bintang menikmati dekapan Sammy yang memang membuatnya merasa nyaman dan merasa tenang.
“Dulu Aku tak yakin pada ketulusan cintamu. Tapi sekarang Aku merasa yakin pada apa yang kurasakan.”…
Bintang mendongakkan wajahnya dan mendapati sammy yang tengah menatapinya
…”Sungguh Aku sangat mencintaimu Sayang…!”
“Aku juga,” balas Bintang singkat.
Tatapan Sammy masih tertuju padanya. Bintang tak berkutik saat Sammy mendamparkan bibirnya dan beberapa saat Mereka berciuman. Sadar yang Mereka lakukan bukan hanya sekedar ciuman lagi, Bintang menarik diri dan ciumannya.
“Maaf, sebaiknya Kita hormati Tempat Peribatan ini,” kilah Bintang. Sammy hanya tertegun membiarkan Bintang menggeser posisi duduknya menjauh darinya.
“Maafkan Aku Sayang!. Aku hanya…”…
“Ya. Aku tahu,” potong Bintang sambil merapatkan kemeja Sammy yang menjadi longgar untuknya.
Hujan masih belum berhenti walau badai kecil itu sudah mulai mereda. Hingga cuaca kembali pada keadaan semula Bintang dan Sammy masih pada posisi seperti itu.
“Aku tahu kau belum bisa sepenuhnya melupakan Patrick…”…
“Maafkan Aku Sammy. Tapi sungguh Aku tidak sedang ingin membicarakannya. Dan Aku tak ingin mengecewakanmu.”
“Ya. Aku hanya tak mengira ke tempat ini hanya untuk menemanimu mencari Patrick yang jelas sudah tak ada lagi…”…
“Kenapa Kau berkata seperti itu?.”
“Apa ini tak nyata?.”
“Kumohon Sammy. Jangan pojokan Aku seperti itu.”
"Tidak. Aku hanya mengingatkamnu sebuah kenyataan. Dan Kau tahu Aku sangat mencintaimu!”
“Ya. Aku tahu itu.”
“Tapi kenapa Kau tak memberiku sedikit pun ruang dihatimu!”
“Bukan seperti itu. Aku hanya butuh waktu untuk melupakannya.”
“Untuk berapa lama. Bukan Aku mendesakmu atau tak percaya. Tapi Aku juga punya hati dan perasaan.”
“Sekali lagi maafkan Aku Sammy…”
Kini Bintang yang mendekat dan memeluk Sammy dari samping. Dia menjadi seperti ketakutan akan kembali kehilangan sesuatu miliknya. Bintang hanya diam hingga akhirnya Sammy luluh juga. Tangannya merangkul Bintang dan sekali mencium keningnya.


* * *

PETUALANGAN TENGAH MALAM

Dayat memuntahkan lumatan Lengkuas dari mulutnya. Ternyata Dia salah mengira. Ternyata yang dimakannya bukanlah daging melainkan Lengkuas bercampur bumbu. Dia kembali mengorek-orek sampah dan memeriksa bungkusan demi bungkusan. Ternyata kali ini Dia tak beruntung. Tak sedikitpun makanan yang Dia temukan untuk mengganjal perutnya. Hanya becekan Nasi basi yang sangat menjijikan. Tentu saja Dayat sama sekali tak menyentuhnya. Biarpun telah menjadi kebiasaannya memakan makanan sisa yang telah dibuang, tetapi sama sekali Dia tak sudi untuk mengicipnya sekalipun nasi basi itu. Dayat pun menyudahi pencariannya dengan kesal. Ditendangnya Drum sampah itu. Tetapi kakinyalah yang terasa sakit.
Kini Dayat meninggalkan Drum sampah itu. Tengah malam seperti sekarang ini biasanya Restaurant Jepang itu telah menyudahi aktifitasnya, dan salah satu Karyawannya akan membuang sampah. Biasanya Dia akan mendapat sebungkus makanan baru dari salah Seorang Karyawannya. Tetapi kali ini Dia tak terlalu berharap, karena sudah seminggu ini Dia tidak melihat Karyawan baik itu. Mengkin Dia sudah keluar atau dipindah tugaskan ke cabang lainnya.
Memang benar. Restaurant itu telah menyudahi aktifitasnya. Salah satu Karyawannya baru saja membuang sampah. Dan memang benar, bukan Karyawan baik itu yang membuang sampah. Tetapi tetap saja Dayat mendekat dan mulai mengorek-orek sampah itu untuk mencari sisa makanan. Akhirnya Dia menemukan beberapa bungkus makanan sisa sehingga dapat mengganjal perutnya dengan makanan sampah yang masih sangat nikmat itu. Dan mungkin tak beda jauh dengan rasa waktu makanan itu masih baru. Dayat pun menemukan tiga buah Apel yang salah satunya telah terkupas dan terpotong. Dia lalu memakan Buah Apel yang telah terkupas itu dan mengantongi dua sisanya untuk diberikan salah satunya pada Atho. Dia telah sangat baik padanya. Beberapa kali Atho telah melindunginya dari kekejaman Bang Zhargot pimpinannya. Walau kali ini Bang Atho tak dapat menolongnya karena Dia pun mendapat hukuman. Kali ini Mereka mendapat sedikit sekali Uang dari hasil mengamennya. Tentu saja Bang Zhargot sangat marah dan Mereka tak mendapat jatah makan malam sebagai hukuman.
Dayat memang tak bisa seperti Temannya yang lain. Temannya kerap kali mendapat hasil lebih dari yang telah ditargetkan. Tentu saja hal itu membuat Bang Zhargot sangat senang dan tak enggan memberi Mereka jatah makanan yang lebih. Termasuk jatah makan yang seharusnya untuknya pun diberikan pada Mereka juga. Semua itu tak lain karena Mereka kerap kali berhasil mengambil Dompet, atau Phonsel , Atau benda berharga lainnya dari Orang-orang yang lengah. Dan hingga kini Dayat masih tak bisa melakukan hal yang seperti Mereka biasa lakukan. Tangannya selalu saja gemetar dan Hatinya selalu saja mempertimbangkan tentang bagaimana sangat kehilangan dan sedihnya Orang-orang yang menjadi korban itu nantinya.
Dayat berjalan melewati lorong kumuh menuju Bankernya. Di jam-jam seperti sekarang ini biasanya Teman-temannya telah lelap, dan Bang Zhargot telah entah ada dimana. Mungkin ditempat perjudian bersama Teman-teman se Gang-nya. Atau di Rumah Bordil pinggiran, yang kerap kali lolos dari penggerebekan itu.
Entah sampai kapan Dayat akan hidup seperti ini. Hidup dibawah kekangan Pimpinan Perkumpulan Gepengnya yang bengis dan kejam itu. Seolah Bang Zhargot menjadi pelindung sekaligus Abang, Saudara Mereka. Itu memang benar. Tetapi sesungguhnya semua itu sangat-sangat tidak benar karena Bang Zhargot hidup pun dari hasil kerja keras Dia dan Teman-temannya melawan terik dan kejamnya kehidupan Metropolitan ini. Kenapa Dia tidak lari saja seperti sebelumnya?. Tetapi untuk apa. Toh, itu tak ada gunanya karena pada akhirnya Dia akan kembali terjebak juga pada kehidupan yang sama walau di Lingkungan yang berbeda.
Dayat masih menyusuri Lorong panjang itu. Sampailah Dia dibelokan pertanda Dia sudah dekat dengan Bankernya. Saat baru berbelok tiba-tiba Dia dikejutkan oleh olokan’ Anjing dari arah kegelapan. Tanpa pertimbangan Dayat pun lari sekencangnya, menghindari kejaran Anjing itu hingga tanpa sadar Dia kembali menjauh dari Bankernya. Untunglah Anjing itu berhenti mengejar dan berbalik mendengar kaingan’ Anak-anaknya yang ketakutan karena ditinggalkan Induknya. Atau mungkin Anak-anaknya itu kasihan padanya dan meminta Induknya berhenti mengejarnya.
Dayat berhenti berlari dan membungkukan badannya. Nafasnya tersengal dan terengah-engah.
“ Dasar Anjing sialan!” gerutunya.
Dayat menoleh kembali ke arah tempat Anjing itu tiba-tiba muncul. Anjing itu sudah tak terlihat lagi. Hanya Gongongannya yang sesekali masih terdengar. Dayat teringat kembali pada Anak-anak Anjing itu. Walau Mereka hanya Binatang, Tetapi Dia sangat iri pada Mereka. Karena Mereka benar-benar mendapat perlindungan dan pengakuan dari Induknya. Sedangkan Dia. Bahkan Wajah Ayah-Ibunya sama sekali tak terbersit diingatannya. Saudara pun tak ada selain Atho yang terakhir ini seperti Abang sejatinya.
Dayat berdiri dan berjalan kembali. Kini Dia harus melalui jalan lain menuju Bankernya untuk menghindari Anjing itu. Dia tak ingin diolok dan dikejar Anjing itu lagi.
Dayat meraba kantongnya dan Dia terkejut karena hanya tinggal satu Apel dikantongnya. Dia yakin yang satunya jatuh saat Dia lari karena dikejar anjing tadi. Apa Dia harus berbalik untuk mencarinya. Tak mungkin, karena Dia sendiri tak tahu dimana tepatnya Apel itu terjatuh. Sepanjang lorong itu pun gelap dan bisa saja Apel itu menggelinding dan jatuh keselokan. Tapi sudahlah. Dayat tak mau menyesal hanya karena kehilangan satu Apel. Akhirnya Dayat melanjutkan perjalanan pulangnya tanpa memikirkan Apel itu lagi. Tak apalah Apel yang tinggal satu itu untuk Atho. Atau Dia bisa berbagi setengah-setengah dengannya bila Dia mau. Itu lebih baik.
Saat baru melewati tiga perempat dari panjang lorong, samar telinganya mendengar suara gaduh dari ujung lorong. Seperti suara pukulan bertubi dan teriakan yang tak sanggup diteriakan. Dayat merapatkan diri pada dinding lorong dan mengendap mendekat. Dia melihat Seorang Lelaki Dewasa tersungkur dan beberapa Orang meninggalkannya begitu saja dengan sebuah mobil dan dua buah motor besar. Dayat menutup mulutnya dengan tangannya Sendiri. Setelah beberapa waktu berdiam diri akhirnya Dia memberanikan diri dan mendekati Sosok Orang yang tersungkur itu. Orang itu diam tak bergerak. Setelah berada didekatnya, Dayat memperhatikan tubuh yang terkulai itu dengan seksama. Dengan kakinya Dia mengoyang-goyangkan tubuh Orang itu. Barangkali Dia hanya pingsan. Tetapi tetap diam, tak bergerak. Rian membalikan tubuh yang berat itu. Sepertinya Dia bukan Orang biasa dan bukan Orang pinggiran. Walau dikeremangan, Dayat dapat melihat kulitnya yang terang dan bersih. Pakaiannya pun formal. Hanya saja lusuh dan kotor oleh tanah. Dari raut mukanya sepertinya Dia masih muda. Dan garis wajahnya yang kuat menandakan Dia Orang yang berotak.Di tempelkannya jarinya didepan lubang hidungnya untuk memastilan apakah Dia masih bernafas atau tidak. Walau tak banyak yang bisa dilakukannya, mungkin Dia bisa meminta bantuan pada Orang disekitar bila Dia masih hidup.
Saat jarinya menyentuh batang hidungnya, tiba-tiba mata Orang itu terbelalak. Dan tangannya memegang kuat lengannya. Dayat pun hilang kendali dan keseimbangan. Kakinya memancal kedepan, membuatnya hampir terjungkal kebelakang. Tanpa berfikir panjang Dayat pun menghambur dan lari meninggalkannya. Ditengah pelariannya Dia menabarak tubuh kekar yang kokoh dan beringas. Mata Orang itu menatap tajam kepadanya. Jari-jari tangannya mencengkeram kuat kerah bajunya dan menariknya kedepan hingga sangat dekat dengannya. Hal itu membuat Dayat hampir tak bisa bernafas. Tetapi Orang itu sama sekali tak peduli melihat Dayat yang semakin tercekik. Karena sangat dekatnya Dayat kemuka Orang itu, Dia dapat mendengus dengan jelas aroma alkohol yang sangat menyengat dari mulut Orang itu.
“Ngapain Lo malam-malam ditempat ini, hah!” tanyanya geram. Dayat menunjuk-nunjuk ujung lorong. Dan mulutnya terbata mengucap
“Di..di sana..Bang. a..da Orang di..bunuh!” jawabnya terbata.
“Siapa yang dibunuh?. Apa Dia membawa sesuatu, hah!” tanyanya lagi tanpa menurunkan nada geramnya.
“Aku tak tahu Bang. Tapi se..pertinya Dia Orang ka..ya!”
“Lalu apa yang Lo ambil dari Dia?”.
Dayat hanya menggeleng.
“Tidak ada..Bang!”.
Jawaban Dayat membuat Orang itu sangat marah. Dengan sekuat tenaga dilemparnya tubuh kecil itu hingga terpental dan membentur dinding lorong. Tentu saja Dayat sangat kesakitan dan mengaduh. Tetapi sama sekali Orang itu tak simpatik padanya. Seperti tak mau kehilangan kesempatan, Dia langsung menghambur keujung lorong untuk mengambil apa saja yang bisa diuangkan. Atau mungkin Uangnya. Dayat mencoba bangun dan berjalan dengan masih kesakitan menuju Orang itu yang tak lain adalah Bang Zhargot, Pimpinannya. Dari tempatnya berdiri Dia melihat sorot lampu yang ,menerangi Bang Zhargot yang tengah menjarahi tubuh Orang yang terkulai itu. Dengan jelas Dayat mendengar beberapa kali suara letupan senjata api. Dan Dia melihat Bang Zhargot tersungkur didekat tubuh Orang itu. Dia tak bergerak lagi.
Melihat kejadian mengerikan itu, Dayat menjadi panik dan ketakutan. Terlebih setelah salah satu motor itu menoleh dan menyorot kedalam lorong. Cahayanya yang terang membuatnya terlihat jelas. Perlahan motor itu bergerak menghampirinya. Dayat menjadi sangat panik dan kembali berlari. Sekali letupan terarah kepadanya tetapi Dia berhasil terhindar. Tentu saja gerak motor itu jauh lebih kencang dari lari kakinya. Saat Dia hampir putus asa dan hampir terkejar oleh motor itu, Seseorang menariknya dari sela lorong dan membawanya melewati lorong-lorong sempit yang tak dapat dilalui motor itu. Mereka terus berlari melewati lorong sempit yang berbelok-belok hingga berakhir diujung jalan buntu. Merekapun berhenti dengan nafas yang terengah-engah.
Dayat menoleh ke Orang yang menariknya itu dan Dia langsung dapat mengenalinya yang tak lain adalah Atho. Baru mulutnya akan berucap, telapak tangan Atho menyumbat mulutnya dan hampir menutup hidungnya pula.
“Ssstt…!” bisiknya.
Beberapa saat Mereka menyembunyikan Diri dibalik puing kayu. Tak lama kemudian dua Orang berbadan besar dan berpakaian serba hitam terlihat sedang mencari-cari sesuatu. Dayat dan Atho dapat melihat pisau dan pistol yang dipegang Orang-orang itu. Mungkin hanya keberuntungan dari Tuhan-lah yang akan menyelamatkan Mereka. Mereka terjebak diujung lorong buntu. Seperti Binatang buruan yang terperangkap. Dan Pemburunya telah berada disekitarnya. Bila saja dua Orang itu menelusur lorong sempit disampingnya, maka Mereka akan menemukan sesuatu yang dicarinya. Dan merupakan sasaran yang empuk.
Ternyata keberuntungan memang masih berpihak pada Mereka. Dua Orang itu tak menelusur tetapi berbalik meninggalkan lorong itu. Dayat dan Atho tersungkur lemas. Mereka terduduk diujung lorong itu. Saling pandang dikegelapan yang sempit. Walau tak dapat melihat dengan jelas wajah masing-masing, tetapi Mereka dapat merasakan kecemasan dan ketakutan didiri Mereka masing-masing.
Mereka baru saja melihat dua kematian yang tragis dan sangat mengerikan. Satu kematian Orang asing itu, dan satu lagi kematian Bang Zhargot, Pimpinannya, ditangan Orang yang sama. Mereka pun baru saja dikejar maut dan hampir saja terjadi dua kematian lagi. Di Orang yang sama pula.
Dayat merogoh kantongnya dan mengeluarkan buah Apel yang masih dikantonginya.
“Aku menyisakan untuk Abang,” ucapnya.
“Sejak kapan Gue jadi Abang Lo!”
“Sejak saat ini dan sejak.. Aku mengenal Abang.”
“Hah.., aneh sekali Lo ini. Tapi tak apalah Gue punya Adik yang bodoh tapi baik hati seperti Lo.”
“Abang mau Apel ini ngga?. Tadinya dua tapi yang satunya hilang”.
“Dasar bodoh. Di saat genting seperti ini, masih saja kepikiran makanan,” ucapnya sambil menoyor kepala Dayat. Tapi Dayat hanya tertawa senang.
“Sini!” Atho pun mengambil Apel itu dari tangan Dayat dan menggigitnya. Dayat memandanginya dengan sedikit mengecap dan menelan ludah.
“Aku juga masih mau. Maksudku Kita berbagi,” jelasnya.
Atho menatap tajam kepadanya, lalu Dia memberikan Apel itu lagi padanya membuat Dayat menjadi sangat bersalah.
“Ini ambil!” ucapnya tegas. “Lo kira Gue tega makan sendirian. Ha..ha..ha…!” tawanya terdengar meledek. Dayat pun tertawa lega. Mereka pun menertawakan Diri Mereka yang baru saja begitu ketakutan.
“Ssstt…!” bisik Atho. Dayat terdiam tegang.
“Jangan hanya karena Apel ini nyawa Kita melayang,” ucapnya pelan. Mereka pun kembali tertawa. Kali ini hanya mengikik sambil menikmati gigitan demi gigitan buah Apel itu secara bergantian hingga habis. Dan Mereka pun tertidur diujung lorong itu karena kelelahan.


* * *

PESTA KECIL

Josep melayangkan pandangannya kesekeliling ruang Club. Tatapannya tertahan pada Seorang Lelaki yang tengah duduk dikursi tinggi depan Bartender. Dari tempatnya memandang memang Dia tak terlalu jelas melihat wajahnya, tetapi dari postur tubuh dan pakaiannya Josep langsung dapat mengenali Lelaki itu. Setelah berfikir ulang Josep menghampiri Lelaki itu yang hanya mendongakan mukanya saat mengetahui kedatangannya tanpa kesan menyambut ataupun terkejut.
“ Selamat malam Mikail!. Lama tidak berjumpa. Apa kabarmu sekarang?”
“ Selamat malam Josep!. Maaf, Tuan Josep maksudku,” ulangnya.
“ Kabarku baik. Sangat baik.”
“ Sungguh?. Aku ikut gembira mendengarnya.”
“ Sepertinya Kau kurang senang mendengar kabar baikku Tuan Josep?. Atau Kau menyangsikan jawabanku?”
“ Tidak Mikail. Sama sekali tidak. Aku benar-benar senang mendengarnya. Biasanya Orang akan sangat linglung dan jatuh bila mendadak mendapat pemberhentian kerja lebih cepat dari yang seharusnya. Tetapi itu tidak terjadi padamu.”
Josep memasukan kedua telapak tangannya kedalam saku celananya. Badannya semakin tampak tegap dengan jas warna hitam yang Dia kenakan. Seirama gerak badannya, nada bicaranya yang formal menjadi terkesan santai.
“ Sebagai Patner kerjamu Aku sangat menyesalkan pemecatan secara tidak hormatmu dulu. Aku tahu persis semua prestasi kerjamu. Sebagai Temanmu, Akupun sangat menyesal karena tidak dapat membantumu waktu itu.”
“ Biarlah, semua itu telah berlalu. Lagi pula kehidupanku yang sekarang telah lebih tentram.”
“ Berarti benar Kau telah menikah?”
“ Ya. Aku menikah tak lama setelah keluar dari Big Daya.”
“ Dan Kau tidak mengundang atau menberitahuku.”
“ Bukan hanya Kau. Tak ada yang tahu karena Aku tak memestakan pernikahanku.”
“ Lalu apa yang Kau lakukan ditempat ini?. Apa Kau sedang berpesta?”
“ Berpesta?. Ya, mungkin Aku sedang berpesta.”
“ Untuk merayakan kehidupan tentrammu?. Kenapa Kau tak mengundangku Mikail!”
“ Mengundangmu?. Apa untungnya bagiku bila Aku mengundangmu Tuan Josep?”
“ Setidaknya Aku bisa mentraktirmu, atau membiayai Pesta kecilmu ini Mikail. Jadi Kau bisa menghemat sisa Uang Pensiunanmu untuk keperluan yang lebih bermanfaat dari sekedar untuk membeli Anggur murahan seperti ini…”…
“ Oopst.., maaf,”…
Sebotol minuman terlepas dari genggaman tangan Josep yang lemah. Tampak seperti sebuah kesengajaan untuk menaikan ego lawan bicaranya. Beberapa pasang mata tertuju pada sumber suara gaduh itu. Seorang pelayan segera datang untuk membersihkan tumpahan Anggur dan pecahan botol yang terserak bebas dilantai. Mikail menarik pandangannya dari Sosok Josep yang sama sekali tak menunjukan kesan menyesal atau merasa bersalah, lalu Dia mengambil secarik kertas dan sebuah bulpoin milik pelayan itu. Dia menulis sebuah kalimat pendek lalu memberikannya pada Josep.
“ Sebenarnya Aku sedang menunggu Kawan lamaku. Tapi sepertinya Dia tak datang. Dan tawaranmu Kurasa cukup menarik. Ini undangan untukmu, Tuan Josep!”
Josep mengambil secarik kertas undangan itu dari tangan Mikail dengan senyum kepuasan.
“ Berarti sekarang Aku boleh duduk ditempat ini?”
“ Tentu saja. Silahkan!”
Josep pun duduk dikursi tinggi di depan Bartender bersebelahan dengan Mikail.
” Kau tadi mengatakan sedang menunggu Kawan lamamu, Siapa Dia?. Barangkali Aku mengenalnya juga.”
“ Apa Aku perlu memberitahumu, karena Dia sama sekali bukanlah Orang penting. Dia hanya Orang dari kalangan kelas bawah yang menawariku kerjasama.”
“ Oh.., begitu. Saranku, berhati-hatilah, karena saat ini banyak sekali motif penipuan dengan mengatas namakan kerjasama dalam dunia bisnis.”
” Ya, Kau benar. Kau sendiri Apa yang Kau lakukan ditempat ini?”
Josep menarik nafas panjangnya sambil menjawab pertanyaan Mikail.
“ Banyak sekali alasan yang masuk akal untuk menjelaskan bila Aku datang ketempat seperti ini. Tetapi cukup satu alasan sederhana untukmu. Sama sepertimu Mikail, Aku pun akan menemui rekan bisnisku. Tapi Dia tak mungkin bila tak datang.”
Jawaban Josep terdengar seperti sentilan kecil oleh Mikail.
“ Aku merasa Kau baru saja menjelaskan kalau Aku telah salah jalan karena datang ke tempat seperti ini.”
“ Tidak. Bukan seperti itu maksudku Mikail. Kenapa Kau menjadi sangat sensitive seperti itu. Apa ini dampak buruk dari pemecatan secara tidak hormatmu dulu?. Aku ikut berduka!”
“ Maaf Tuan Josep. Kurasa perkiraanmu tentangku terlalu berlebihan. Atau bagaiman kalau Kita mengobrolkan hal lain saja. Kurasa masalah pemecatanku dulu sudah terlalu klasik dan tak menarik lagi untuk dibicarakan.”
“ Baiklah Mikail. Tapi apa Kau tak keberatan bila Aku meminta untuk Kau tak memakai embel-embel kata Tuan saat menyebut namaku?. Kurasa kali ini Kau yang terlalu berlebihan,”
kini balik Josep yang menimpali kesan berlebihannya dari Mikail.
“ Tentu saja.”…
…”Baiklah. Bagaimana kalau Kita bersulang untuk kesepakatan pertama Kita ini Tuan Josep. Maaf, Josep maksudku,” ulang Mikail kembali membetulkan kesalahannya. Mikail mengangkat gelasnya dan siap untuk bersulang, tetapi Josep sama sekali tak bereaksi lebih dari sekedar menyentuh gelasnya saja.
“ Maaf Mikail. Kali ini Aku sedang tak minat minum Anggur murahan seperti ini. Bagaimana kalau Aku memesan minuman yang lebih berkelas?”…
Sekali lagi Mikail hanya menatap Josep yang masih menonjolkan mukanya menunggukebersediaan nya.
…“ Tenang saja Mikail. Kau tak perlu resah karena Aku tak pernah ingkar janji. Aku yang akan membayar semuanya, jadi Kau tak perlu menguras seluruh sisa uang dikantongmu,” bujuk Josep
“ Kurasa Aku tak segembel yang Kau tuduhkan Josep,” ucap Mikail menimpali.
…“ Tapi baiklah. Dengan senang hati, silahkan!”
Josep melambaikan tangannya. Seorang Bartender datang menghampiri. Josep pun memesan Anggur yang berharga sangat mahal yang hanya biasa dinikmati oleh kalangan Exekutif saja. Bartender itu menuang Anggur kedalam dua gelas kosong didepan kedua Tamunya. Josep dan Mikail secara bersamaan pun mengangkat gelas masing-masing dan saling membenturkannya.
“ Untuk kesepakatan pertama Kita.”…
…“Dan kehidupan Tentrammu Mikail!”
Mereka meneguk Anggur digelas masing-masing hingga habis. Josep kembali menuang Anggur kedalam Dua gelas kosong didepannya.
“ Bagaimana kalau Kita mengobrol tentang Pekerjaan, atau Karir cemerlangmu saja Josep?”
“ Hah?, ha..ha..ha...,”…
Terdengar tawa keterkejutan Josep yang kembali bernada meledek.
…“ Tentu saja. Maaf Mikail. Bukan Aku sedang menertawakanmu. Aku hanya geli saja mendengar ucapanmu.”
“ Kau tak keliru Josep. Memang benar. Mungkin kali ini Aku memang sangat konyol dan menggelikan bagimu.”
“ Tapi tak apa mikail. Silahkan. Apa yang ingin Kau Obrolkan?”
“ Tentang Big Daya.”…
…” Sesuai namanya, Aku dengar Big Daya semakin berkembang dengan menggandeng Perusahaan-perusahaan asing untuk kerja sama.”
“ Aku salut padamu Mikail. Biarpuun Kau tak bekerja lagi untuk Big Daya tetapi Kau masih mengikuti perkembangannya. Ya Kau benar…”
“Lalu bagaimana kabar dengan Tuan Bram?’
“ Tuan Bram.., Beliau baik. Bahkan saat ini Dia sedang melawat keluar Negeri untuk menandatangani kerjasama baru.”
“ Dengan Perusahaan asing juga?”
“ Tentu saja. Untuk Produk susu dari Newzeland.”
“ Lalu siapa yang memegang Lisensinya?”
“ Akan Kuberitahu, tapi apa ini penting untukmu Mikail?”
“ Tidak. Hanya sekedar ingin tahu saja. Itu pun jika Kau tak keberatan.”
“ Tentu saja tidak. PT. Cakra Buana,” jawab Josep.
“ PT. Cakra Buana?”…
…” Bicara tentang PT. Cakra Buana, Aku dengar Tuan Andre sudah tak bekerja lagi di Perusahaan itu.”
“ Kau benar. Dia pun mendapat pemberhentian kerja secara tidak hormat, sama sepertimu. Bahkan lebih buruk darimu, karena Dia tak mendapat sepeserpun Uang pensiun. Tapi Dia bisa dibilang cukup beruntung karena kasusnya tidak sampai kemeja hukum.”
“ Sebesar itukah kesalahan yang telah Dia lakukan hingga harus menerima Sanksi seberat itu?”
“ Karena Dia telah beberapa kali menggelapkan Uang perusahaan. Dan kasusmu juga semakin memberatkannya.”
“ Bukankah Kasusku telah ditutup setelah pengakuan bersalahku?”
“ Awalnya. Tetapi karena terbongkarnya kasus penggelapan yang Tuan Andre lakukan, Kasusmu kembali muncul kepermukaan dan ternyata Dia juga terlibat didalamnya .”
“ Tragis sekali.”…
…” Bahkan Aku dengar saat ini Beliau tengah tersendat masalah permodalan dengan usaha yang baru dirintisnya. Bahkan Perusahaanya telah berhenti berproduksi untuk sementara waktu.”
“ Rupanya Kau banyak sekali mendengar Mikail. Aku benar-benar salut. Dan mungkin itu Karma untuknya.”
“ Karma?. Ya, mungkin itu Karma untuknya. Tapi apa benar Orang sebaik dan sebijaksana seperti beliau melakukan hal serendah itu?’
“ Tak ada yang tak mungkin didunia ini Mikail. Apalagi di Dunia Bisnis. Yang putih bisa menjadi hitam, dan yang hitam bisa nampak seperti putih. Demi Harta dan Tahta Orang bisa melakukan apa saja diluar kontrolnya Sendiri.”
“ Kau benar Josep. Tapi tidakkah Kau bersimpatik padanya?’
“ Tentu saja Mikail. Aku sangat prihatin dengan keadaanya saat ini.”
“ Hanya sekedar prihatin?”
“ Apa maksudmu dengan hanya sekedar..?”
“ Aku tahu saat ini Kau sedang diatas angin. Kurasa Uang dua Ratus Juta tak sulit untukmu. Bagaimana kalau Kau menanam Modal pada Perusahaan Tuan Andre dengan membeli sebagian sahamnya. Atau lebih baik lagi bila Kau mau memberikannya sebagai hutang jangka panjang padanya”
“ Aku hargai saran baikmu Mikail. Tapi Dua Ratus Juta bukanlah jumlah yang sedikit. Dan Aku tak asal menginvestasikan Uangku. pada Perusahaan yang telah Invalide. Terlebih meberikannya dalam bentuk hutang jangka panjang”
“ Tapi Perusahaan Tuan Andre bisa bangkit kembali bila mendapat suntikan dana segar. Jika Kau masih ragu, pakailah Nuranimu. Tidakah Kau merasa kesuksesan yang Kau raih sekarang tak lepas dari Jasanya. Beliau telah memberimu kepercayaan dan beberapa kali mempromosikanmu.”
“ Tapi dalam Dunia Bisnis Kita tak boleh mencampur adukannya dengan urusan Pribadi Mikail. Tentunya Kau paham itu”…
…“ Bicara soal simpatik. Saat ini Aku malah lebih simpatik kepadamu dari Siapapun. Aku tahu Kau sedang butuh pekerjaan dengan pendapatan yang pasti. Bagaimana bila Kau bekerja padaku saja. Aku bisa memberimu bayaran yang tinggi. Bahkan lebih tinggi dari gaji terakhirmu.”
“ Wow..!. Aku sangat berterimakasih atas tawaran menarikmu Josep. Tapi maaf, Aku tak bias, karena Aku telah lebih dulu menerima tawaran Kawan lamaku. Dan Aku masih percaya padanya, biarpun mungkin Dia tak datang malam ini.”
“ Maksudmu Kau tak percaya lagi padaku Mikail?’
“ Bukan seperti itu maksudku. Bukan karena Aku tak percaya padamu Josep. Hanya saja Aku telah lebih dulu terikat perjanjian dengannya dan Aku tak ingin mengecewakannya.”
“ Sepertinya Kau sangat mengedepankan Kawan lamamu itu. Aku semakin penasaran, seperti apa sebenarnya Kawan lamamu itu. Bisa Kau mempertemukanku dengannya Mikail. Barangkali Aku bisa menawarinya kerjasama. Dan Kau juga tentunya.”
“ Sekali lagi maaf Josep. Bukan Aku tak percaya padamu. Aku hanya tak ingin Namanya tercemar bila Pebisnis lain tahu Dia menjalin kerjasama denganku yang hanya Seorang mantan Karyawan Korup.”
“ Tetapi Aku yakin Kau tak pernah melakukannya Mikail. Sudah Kukatakan tadi. Dan bilapun benar Kau melakukannya, Aku yakin itu dengan alasan yang tepat.“
“ Biarlah. Semua itu telah berlalu. Lagipula Aku tak memikirkannya lagi.”…
Mikail mengangkat gelasnya yang berisi Anggur yang tak lagi berbusa lalu meminumnya.
…“ O..ya, bicara tentang kasus malam itu. Waktu itu Kau pergi kemana, karena seharusnya malam itu Kau mendampingiku mengawasi pengiriman barang. Tetapi sehari sebelumnya Kau meminta izin karena harus keluar kota.”
“ Ke tempat Bibiku. Waktu itu Pamanku melakukan transaksi besar dan Dia memintaku untuk membantu mengurusi transaksinya. Dia menjual lahan ternak beserta semua binatang ternaknya.”
“ Ya. Aku ingat itu. Tetapi setahuku, Pamanmu melakukan Transaksinya melalui Koperasi. Dan Pejabat di Kampungnya pun ikut membantu proses transalsi itu.”
“ Kau benar. Tapi itu transaksi besar dalam sejarah hidup Pamanku, jadi Dia menaruh kepercayaan penuh pada salah satu pihak keluarga untuk mendampinginya mengawasi proses transaksi itu.”…
Josep memandang gelasnya yang masih penuh dan gelas Mikail yang telah kosong.
…“ Terlebih Pamanku belum mempunyai rekening Pribadi untuk menerima Transfer pembayaran. Dia sangat awam dalam hal itu, jadi Dia memintaku membuka tabungan dengan mengatas namakanku.”
“ Bukankah Pamanmu mempunyai Seorang Putri yang berpendidikan setara Sarjana?”
“ Lastri maksudmu?. Waktu itu Dia tengah bekerja diluar Kota dan tak bisa meninggalkan pekerjaannya untuk mengurusi hal sederhana seperti itu.”
“Kau bilang itu hal yang sederhana!. Dan demi mengurusi hal sederhana itu Kau lebih mengutamakannya daripada pekerjaanmu sendiri!”
“ Karena Aku tak ingin Pamanku mengalami kesulitan dalam Transaksinya.”
“ Aku tak menyangka Kau lebih menyayangi Pamanmu dari pada Putrinya sendiri.’
“ Sudah Kujelaskan padamu, karena Aku tak mau Pamanku mengalami kesulitan dalam hal sederhana seperti itu Mikail!”
“ Ya, Aku mengerti Josep. Kau tak perlu semarah itu padaku.”…
…” Aku hanya tak menyangka kalau malam itu adalah awal kehancuranku.”
“ Tetapi Kau tidak sedang menuduh kalau Aku yang melakukan penggelapan pengiriman itu kan Mikail!”
“ Tentu saja tidak Josep. Aku sama sekali tak berfikir kalau Kau yang melakukannya.”…
…“ Josep, keberatankah Kau bila Aku menanyakan sesuatu hal yang cukup pribadi padamu?”
“ Tentu saja tidak Mikail. Sejak dulu Aku selalu terbuka padamu. Tanyakanlah, Aku pasti akan menjawabnya.”
“ Tak sengaja beberapa hari yang lalu Aku melihat buku tabungan Pamanmu atas nama Lastri, Putrinya. Tadinya sama sekali Aku tak memikirkannya. Tapi karena Kau mengatakan pembukaan Rekening Pamanmu atas namamu, Aku menjadi bingung?”
“ Itu karena lima bulan setelahnya Aku mengalih Namakannya pada Lastri. Aku tak mau terjadi kesalahpahaman diantara Kami. Dan Aku sendiri juga mulai sibuk dengan pekerjaanku.”…
…” Dan bagaimana mungkin Kau bisa tahu sampai sejauh itu Mikail?, dan apa urusanmu dengan semua itu?”
“ Dua pekan yang lalu Aku melakukan Survei langsung untuk melihat peluang pasar dan kebetulan tempat yang Kami pertimbangkan paling berpotensi adalah Kampung Tempat Pamanmu tinggal. Waktu Survei Aku sempat kehabisan uang tunai, dan Mesin ATM sangat jauh, jadi Aku meminjam rekening Pamanmu untuk menerima kiriman Uang.”…
…“ Yang ingin kutanyakan adalah, di Rekening Pamanmu yang teratas nama Lastri terdapat Transfer besar. Lastri mengatakan itu Transfer darimu yang setelah Ku cari tahu berasal dari PT. Avacom. Dan Aku baru tahu kalau ternyata Pemegang saham tunggal diperusahaan itu adalah Kau. Aku benar-benar terkejut waktu itu. Aku tak menyangka Kau sekaya itu.”
Josep terdiam sejenak. Dia tampak tengah menimbang-nimbang sesuatu yang sangat berat untuk dikatakan.
“ Baiklah Mikail. Sebelumnya Aku minta maaf karena tak pernah memberitahumu. Sebenarnya waktu Kita masih bekerja di Big Daya, Aku memulai dengan membeli 5% saham PT. Avacom dan bisa bekerja secara freeland di Perusahan itu. Bagiku waktu itu seperti sebuah pertaruhan besar karena dengan itu semua tabunganku kukuras habis. Tapi kesungguhanku itu tak sia-sia karena pada ujungnya berbuah manis.”
“ Sungguh Aku tak menyangka Kau begitu cerdas hingga mampu meniti karir dengan mulus di dua tempat yang memang saling bersaing itu Josep.”…
…“ Tapi Josep, walau saldo di tabungan Lastri memang cukup besar tetapi setelah kuhitung dari jumlah keseluruhan yang harus Pamanmu terima dari transaksinya hanya 60% nya saja. Kemana yang 40% sisanya?”
“ Untuk membiayai proses transaksi itu dan membayar beberapa pihak Pejabat yang terlibat dalam transaksi itu.”…
…” Dan sejak kapan Kau mulai suka mencampuri urusan Orang lain Mikail?. Apa sekarang Kau mulai suka bergosip?”
“ Tidak Josep. Hanya saja menurut perhitungan sebenarnya total untuk keseluruhan biaya transaksi itu tak ada 10% nya. Aku tahu Kau memakai sebagian Uang hasil penjualan Ternak Pamanmu untuk kepentingan Pribadimu.”
“Kau memang cerdik Mikail. Ku akui, itu memang benar. Tapi sayang Kau kurang cepat dan sudah terlambat mengetahuinya.”
“ Lalu bagaimana dengan pinjaman untuk Tuan Andre seperti yang kuajukan?”
“ Sudah Kukatakan padamu. Tidak!”
“ Bagaimana bila Pamanmu sampai tahu kecurangan yang Kau lakukan padanya?”
“ Kau piker Aku takut dengan ancamanmu Mikail?. Sama sekali tidak. Karena Aku lebih memilih mengembalikan Uang Pamanku, bahkan sepuluh kali lipatnya dari pada meminjamkannya padanya.”
“ Kalau begitu Aku akan membuatmu menyesal josep!”
“ Cobalah. Dan Aku tunggu kejutan apalagi yang akan Kau berikan untukku Mikail?”
“ Baiklanh josep. Akan kumulai dari peredaran Produk yang dicuri waktu itu.”…
…” Aku menemukan Produk itu beredar bebas dipasaran yang seharusnya tidak untuk dikonsumsi didalam negeri. Dengan hati-hati kutelusuri penyaluran produk itu yang memang begitu rumit melalui beberapa Distributor gelap. Aku tak menyangka pihak pertamanya adalah PT. Avacom, milikmu yang hampir secara Cuma-cuma memberikan Barang curian itu pada pihak kedua dengan jaminan kerahasiaan untuk menghilangkan jejak. Dan asal Kau tahu Josep. Semua bukti telah ada ditanganku termasuk bukti penyerahan barang itu yang menerakan atas persetujuanmu didalamnya”…
…” Bagaimana Josep. Apa Kau masih berkeras diri?”
“Baiklah Mikail. Kau memang cerdik.Kali ini Aku bersedia bertukar keamanan denganmu. Secepatnya Aku akan mengirim dua Ratus Juta Rekeningmu sebagai pinjaman untuk Tuan Andre.”
“ Dua Ratus Juta itu untuk Tuan Andre. Bagaimana dengan bagianku. Aku telah mengeluarkan biaya cukup banyak untuk melakukan pengusutan ini. Bagaimana kalau Kau kirimkan juga Dua ratus juta untukku?”
“ Kau pikir Aku Dermawan yang sedang membagi-bagikan hartaku?”
“ Jadi Kau lebih suka Tuan Bram tahu semua kecuranganmu selama bekerja di Perusahaannya. Atau Kau lebih menginginkan semua kejahatanmu disidangkan di Pengadilan?”…
…” Kau membuatku emosiku kembali naik Josep. Kau tak sadar Aku telah begitu baik padamu. Kalo begitu Aku menaikan tawaranku menjadi satu milyar. Dan itu secara Cuma-Cuma. Bukan sebagai pinjaman.”
“ Kau gila. Kau pikir Uang satu Miliyar itu jumlah yang sedikit!”
“ Jangan Kau paksa Aku menghitung ulang kerugian semua pihak karena ambisimu Josep. Dan sebagai pihak pertama yang menjadi korban Aku sangat terpukul waktu itu.”
“ Asal Kau tahu saja, bukan Kau yang kuincar waktu itu. Tetapi Kau terlalu bodoh dan polos. Kau berpolah seperti pahalawan dengan mengakui kesalahan yang sebenarnya tak pernah Kau lakukan. Bahkan untuk menolong dirimupun Kau tak mampu”

“ Karena Aku tahu Tuan Andrelah yang diincar waktu itu selaku pemberi izin penuh atas pengiriman barang waktu itu..”
“ Dan Kau seharusnya sadar usahamu itu akan sia-sia saja.”
“ Tidak jika Aku tahu kalau dalang semua itu adalah Kau. Asistenku sendiri.”
“ Itulah kesalahan fatalmu. Sejujurnya, tak terlalu sulit untukku merebut posisimu waktu itu. Tetapi Aku telah berbaik hati dengan memberimu kesempatan untuk menggantikan Posisi Tuan Andre setelah mendapat pemecatan sebelum saatnya tiba Aku merebutnya darimu. Tetapi Kau mengubah jalannya Permainan hingga mengharuskanku mengatur ulang semua rencanaku. Sayang Kau tak ikut dalam permainan waktu itu. Tapi baiklah Josep, Aku akan memakai naluri sepertimu. Aku akan memberikan secara Cuma-Cuma pada Tuan Andre. Tapi tak lebih dari Lima Ratus juta. Dan itu sudah termasuk jatah untukmu.”
” Jadi Kau masih tak bersedia dengan Uang satu Miliyar itu?. Jangan paksa Aku kembali menaikan tawaranku Josep!”
“ Dengan sangat menyesal Mikail. Aku telah cukup baik dengan memberikan Lima Ratus Juta itu secara Cuma-Cuma.”
“ Tak ada pilihan lain kali ini untukmu, Josep. Dan lihatlah Kawan lamaku itu telah menepati janjinya untuk datang malam ini.”
Josep menoleh kesamping dan melihat Orang yang sangat dikenalnya. Melihatnya Josep menjadi sangat muak. Sama sekali Dia tak menyangka kali ini Dia yang masuk perangkap Mereka.”
“ Selamat malam Josep. Apa kabarmu?” sapa Tuan Andre yang baru tiba di tempat itu.
“ Sudahlah tak perlu berbasa-basi lagi didepanku.”
“ Sepertinya Kau menjalankan Tugasmu dengan baik Mikail?”
“ Ya Pak. Dan bukan hanya Lima Ratus Juta yang akan kita dapat, melainkan Satu Milyar. Itupun secara Cuma-Cuma.”
“ Kau memang selalu bisa dihandalkan. Sejak dulu Kau selalu bias dihandalkan. Sayang dengan terpaksa Aku harus memecatmu dulu.”
“ Berhentilah Kalian berceloteh didepanku. Kuakui kemenangan Kalian kali ini. Pergilah Kalian dari hadapanku. Dan kupastikan saldo Rekening tabungan Kalian akan berlipat ganda jumlahnya siang nanti.”
“ Kau dengar itu Tuan Andre. Josep begitu baik pada Kita. Tapi ini terserah pada Anda. Apa satu Milyar telah cukup?”
Josep mendongak dengan kesal menatap Mikail yang tak pernah puas dengan permintaannya.
“ Sangat cukup Mikail. Bahkan jauh dari sekedar cukup.”
“ Baiklah. Kalau begitu tugasku malam ini telah selesai. Mari Kita pulang Tuan Andre. Aku sudah sangat lelah dan mengantuk.”
“ Tentu Mikail. Mari Kita pulang. Dan, Selamat Malam josep!”
“ Ya, Selamat Malam Josep!”
Mikail dan Tuan Andre pun meninggalkan Josep yang masih duduk dikursi tinggi menikmati sisa-sisa pestanya.
“ O..ya Josep, Kau tentu masih ingat dengan janjimu yang akan membiayai pesta kecilku malam ini kan?.”…
…” Dan Aku sangat senang dengan pesta kecil malam ini.”
“ Tentu saja Mikail. Asal Kau tahu, Uang Satu Milyar sama sekali tak menjadi beban bagiku. Apalagi membuatku bangkrut.Jadi Kau tak perlu khawatir atau mengira itu akan membuatku tak bisa tidur semalaman.”
“ Ya, Aku percaya itu Josep. Dan tentang Nurani. Sebaiknya Kau mempertimbangkan nasehatku itu.”
Merekapun benar-benar meninggalkan Club. Dan dengan Josep. Dia masih di Tempat itu melanjutkan Pesta kecilnya dengan hanya Seorang diri.


* * *

MUNGKIN AKU TIDAK SEDANG MENUNGGUMU

Tentang kenangan yang telah merekat rapat direlung sanubari, hingga kini memoripun masih tak pernah jenuh untuk mengingatnya. Sejalan waktu satu kenangan terasa semakin membayang. Meresap dan mengakar Candu. Seperti molekul anggur yang tersimpan lama dan semakin memabukan.
Ketika itu ilalang-ilalang berbunga warna perak. Diantara semak ilalang itu, Dia terlihat begitu menawan. Seperti Kupu-kupu yang menari-nari dengan sayapnya yang berwarna-warna. Dia adalah Seseorang yang menyenangkan. Hari-hari menjadi semakin indah bersamanya. Malam yang sunyi menjadi syahdu ketika melodi petikan senar gitar berdenting mengiringi alunan lagu cinta.
Itulah tentang satu kenangan masa lalu, karena akhirnya semua itu menghilang sirnah. Dia harus pergi untuk waktu yang tak tentu lamanya. Terampas oleh yang Empunya dari sang Pelabuh. Meninggalkan sela rongga jiwa yang memang hanya untuknya. Masa yang senang dan hari yang bahagia seketika menjadi hening dan sepi. Ingin rasanya waktu itu memeluknya dan memohon agar Dia tidak akan pergi meninggalkannya,. Karena kepergiannya menjadikannya seperti kanvas tanpa warna-warna.
Namun angin tetap saja berhembus. Pagi tetap datang jua, dan siang hanyalah bagian dari gerak Alam. Sang Dewi akhirnya pergi juga meninggalkan Sang Pangeran. Kini tinggalah Dia Sendiri.
Semenjak itu Melodi petikan senar gitar tak ubahnya seperti sembilu yang menyayat perih. Seperti tak bernada semenjak suara merdunya tak terdengar lagi. Dan melodi petikan senar gitar hanya menjadi senandung sendu yang selalu memilukan hati pemetiknya.
Andai saja Dia tahu hari-hari terasa hampa tanpanya. Malam yang sunyi tetap menjadi sunyi. Apa mungkin Dia merasakan pula seperti kerinduannya?.
Alvian merapatkan sandarannya pada kursi kerjanya. Belum jenuh juga Dia memandangi dua cicin bermata biru yang salah satunya baru dilepas dari jari tengahnya. Kini Nadia telah kembali. Nadia telah kembali untuk melengkapi sela rongga jiwa yang memang hanya untuknya. Sehari yang lalu Albert memberitahukan kalau Nadia telah kembali. Tapi kenapa Nadia tidak langsung menemui atau sekedar menelephon untuk sekedar memberitahukan tentang kepulangannya. Apa mungkin Dia tengah menyiapkan satu kejutan untuknya seperti yang Dia lakukan. Mungkin Nadia masih terlalu lelah setelah perjalanan jauhnya. Bila nanti bertemu dengannya, apa Dia masih mengenalnya ?. Apa Nadia masih belum berubah?. Kata apa yang pertama akan diucapkan saat bertemu Nadia nanti?. Entahlah. Semua pertanyan berjajar dikeplanya dan tanpa jawab. Ini sama sekali tak menakutkan melainkan sangat menggembirakan tetapi hati sangat gelisah menantikan awal pertemuan yang tinggal menghitung detik ini..
“Ekh..khrem…!” suara deheman menyadarkan Alvian. Seseorang telah masuk kedalam ruang kerjanya tanpa terdengar suara ketukan atau pun pintu terbuka. Ternyata Albert teman satu Kantornya.
“Albert… !. Silahkan duduk,” ucap Alvian mempersilahkn.
“Terimakasih.” Kemudian Albert duduk didepan Alvian,” sepertinya Kau sedang sangat bahagia hari ini?”
“Ya, bahagia sekali.”
“Apa karena Nadia telah kembali?”
Alvaian hanya melebarkan senyumnya. Dia tahu Albert dapat menebak jawaban atas pertanyaanya sendiri.
“Aku kira dulu kedekatanmu dengan Nadia tak lebih karena Kalian masih kerabat. Aku tak percaya hanya karena Dia hingga kini hatimu masih tertutup untuk Wanita selainnya. Sebegitu besarkah rasa cintamu pada Nadia?”
“Nadia adalah cinta sejatiku. Kamu akan tahu Sendiri bila Orang yang sangat kau sayangi dan dekat denganmu, tiba-tiba meninggalkanmu.”
“Aku pernah mengalaminya. Tetapi Aku bersyukur, karena dengan itu berarti Tuhan telah memberitahukan kalau Angel bukan yang terbaik untukku.”
“Bukan perpisahan seperti itu yang kumaksud. Angel mencurangimu. Dia selingkuh dibelakangmu, sedang Aku dan Nadia…, Demi Tuhan, mengingat saat-saat perpisahan itu saja cukup membuatku sedih.”
“Aku juga merasakannya. Sama sepertimu. Tapi itu tidak berlarut lama.”
“Tentu saja. Mungkin karena kadar cintaku terhadap Nadia lebih besar bila dibandingkan dengan kadar cintamu terhadap Angel.”
“Kau terlalu mendramanisir. Dan terus menyangkal. Tapi Vian, bagaimana mungkin selama ini tak ada satu Wanitapun yang membuatmu jatuh hati atau sekedar tertarik?. Apa Nadia benar-benar telah membuatmu Ellfeel pada Wanita selainnya?”
Sekali lagi Alvian melebarkan senyumnya. Dan kni hamper terdengar tawa ringannya.
“Albert.., Kita sama-sama Lelaki jadi Kamu tahu Sendirilah bagaimana perasaanku. Aku hanya selalu berusaha tetap setia menunggu Nadia karena Aku yakin suatu saat Dia akan kembali, dan… kini terbuktikan!” belanya. “Sudahlah tak perlu diperjelas lagi. Aku harus segera pulang.”
“Pulang ?. Lalu Kau akan kemana?”
“Menemui Nadia,” jawabnya cepat. “Albert, Kau tahu apa yang kurasakan saat ini?”
Albert hanya sedikit menaikan pundaknya.
“Seperti Remaja yang sedang kasmaran..!” jawabnya sendiri sambil kembali merapihkan meja kerjanya.
“Rupanya Kau benar-benar sedang terkena virus cinta. Tapi Vian. Maaf , karena Kurasa…”…
“Kau rasa Nadia semakin cantik dan Kau jatuh hati padanya ?. Kalau begitu bersiaplah Kamu untuk patah hati karena setelah ini Nadia akan menjadi miliku seutuhnya.” Potong Alvian cepat.
Alvian beranjak dengan menenteng tas hitam pekatnya, meninggalkan ruang kerjanya diikuti Albert yang tak melanjutkan langkahnya setelah Alvian masuk kedalam Lift.


* * *








Sementara dirumah Alvaian. Nadia dan Anton tampak akrab berbincang dengan Ny. Kamila. Hampir tak ada sela waktu yang terbuang saat Mereka bertukar cerita. Sejak dulu Mereka memang sangat dekat. Wajar bila Ny. Kamila sangat bahagia dengan kunjungan Nadia karena baginya ini seperti pertemuannya dengan teman lamanya kembali.
“Astaga..!, Tante sampe lupa menyuguhi Kalian minum,” ucap Ny. Kamila menyela perbincangannya.
“Tak perlu repot-repot tante.”
“Sekedar minuman dingin. Tante tinggal sebentar ya…”
Ny. Kamila pun masuk kedalam. Saat baru meninggalkan ruang tamu, Didekat pintu masuk, Dia mendapati Alvian tengah menyimak perbincangan Mereka. Sepertinya Dia tidak sedang semangat kali ini.
“Mamah tidak melihat Kamu masuk,” ucap Ny. Kamila pada Alvian. ” Kamu sakit?” Tanya-nya melihat muka putranya yang tak secerah biasanya.
“Tidak Mah. Vian baik-baik saja. Tadi Vian masuk lewat pintu samping.”
Ny. Kamila tahu benar ada yang tak baik dengan Putranya. Tak seperti biasanya dia berbicara lemah dan sendu. Raut mukanya pun galau dengan keringat dingin membasahi leher dan bawah telinganya.
“Maaf Mah, Vian harus segera kembali ke kantor . Ada berkas penting yang tertinggal.”
“Apa tak sebaiknya Kamu temui Nadia dulu. Dia kesini untuk bertemu Kamu dan mengenalkan Suaminya ke Kamu lho.”
“Mungkin lain kali saja. Vian sangat buru-buru.”
Ny. Viona menjadi simpati melihat keadaan Putranya yang sangat terpukul itu. Nalurinya sebagai Ibi benar-benar tergugah dan Dia hanya tertegun membiarkannya meninggalkan rumah kembali. Alvian menoleh pada Nadia dan Anton yang juga menjadi merasa tak enak. Ny. Kamila sangat Sayang pada Putranya dan ingin Dia bahagia, tapi ini bukan salah Siapa-siapa. Dan untuk saat ini, Dia tak tahu apa yang harus Dia lakukan?.
“Apa itu Alvian Tante. Ada apa dengannya?”
Ny. Kamila tak menjawabnya.
“Dia sangat kecewa Nadia. Dia masih mencintaimu sama seperti dulu. Walau Kamu tak disini, tapi selama ini Kamu sangat berarti baginya,” ucapnya.”Dia sangat kecewa dengan keadanmu sekarang,” sambungnya.
Nadia menoleh kepada Anton yang juga memandanginya.
“Tante sama sekali tak menyalahkanmu. Hanya saja mungkin Alvian butuh cukup waktu untuk menerima keadaan ini.”
“Maafkan Nadia Tante.”
“Ya. Tapi tak ada yang salah.”
“Apa tak sebaiknya Kamu temui Dia dan bicara padanya?” sela Anton pada Nadia.
“Kamu tak keberatan?”
“Tentu saja tidak. Aku akan mengantarmu bila Kau mau. Kau tahu kemana kira-kira Alvian sekarang. Tak ke Kantornya bukan?”
“Ya. Aku tahu kemana Dia sekarang.”
“Kalau begitu, Kami pamit Tante. Sekali lagi maafkan Saya..”
Sekali lagi Ny. Kamila hanya mengiyakan dan membiarkan Tamunya meninggalkan rumahnya. Albert yang baru tiba melihat Alvian meninggalkan rumah, yang tak lama kemudian disusul oleh Nadia dan Suaminya. Dia tahu sesuatu yang tak baik telah terjadi. Tanpa keluar dari mobilnya Albert memutar arah dan mengikuti dua mobil yang lebih dulu melaju itu.


* * *












Dipetiknya beberapa tangkai bunga ilalang yang tumbuh lebat disekelilingnya. Seperti biasanya setiap Dia datang ke tempat itu, Alvian mulai mengaitkan tangkai-tangkai bunga ilalang itu menjadi seekor Kupu-kupu bulu. Nadia sangat menyukainya dan dengan senang hati Alvian akan menyelipkannya dirambutnya.
Kini Alvian menaruh Kupu-kupu buatannya diatas telapak tangannya. Untuk kali ini Kupu-kupu itu sama sekali tak nampak menyenangkan baginya.
“Nadia, kenapa Kau tega padaku?”
Alvian meremas kuat-kuat Kupu-kupu buatannya dan melemparnya kesemak-semak. Matanya menatap luas kedepan tetapi tak ada yang sedang dipandanginya. Semuanya seperti kosong tanpa arti.
Sekian lama Dia berpisah dengan Nadia . Dan memang hanya dua kali Nadia mengirim surat untuknya. Setelah itu tak ada lagi komunikasi diantara Mereka. Namun biarpun begitu, Nadia masihlah tetap sama. Ada tempat khusus dihati Alvian, karena Dia yakin suatu saat Nadia akan kembali padanya.
Saat yang tak pasti itu akhirnya datang juga. Nadia telah kembali. Tapi kenyataan berkata lain. Yang ada bukanlah kebahagiaan seperti yang selama ini Dia angankan. Memang ini bukanlah akhir dari segalanya dan kehidupan masih terus berlanjut. Tetapi untuk apa dan harus bagaimana Alvian menjalaninya. Sedangkan kebahagiaan kedepannya sama sekali tak terlintas diangannya. Sungguh menyedihkan. Seperti Perahu layar yang buta arah dan hilang tujuan. Yang tampak hanyalah hamparan Samudera luas tak berpantai.
Dari suara gemerasak ilalang, Alvian tahu kalau itu Nadia yang datang menemuinya.
“Kau masih suka datang ketempat ini?”
“Ya. Tapi mungkin ini untuk yang terakhir kalinya.”
“Kenapa?”
“Karena Tempat ini samasekali tak menyenangkan lagi.”
Mereka sama-sama terdiam.
“Vian, maafkan Aku.”
“Maaf. Untuk apa?”
Nadia tak langsung menjawabnya. Dia yakin apapun jawabannya tak akan membuat Alvian tenang.
“Aku tak menganggap Diriku benar ataupun menyalahkanmu tapi selama ini Kau telah salah paham.”
“Salah paham?, salah paham apa maksudmu?”
“Aku tak mau pertemanan dan persaudaraan Kita rusak hanya karena perasaan cintamu padaku.”
“Jadi selama ini Kau menganggapku hanya sebagai teman?. Nadia, tidakah Kamu merasa hubungan Kita lebih dari sekedar teman?. Kurang apa perhatian dan kasih sayang yang kuberikan padamu. Tapi sudahlah. Mungkin Aku yang terlalu naïf dan bodoh. Ternyata tak ada tempat khusus dihatimu untukku.”
“Maafkan Aku bila telah mengecewakanmu. Tapi tentu saja Kau ada tempat khusus dihatiku.”
“Mana ada tempat khusus dua Orang dihatimu!”
“Dua Orang. Maksudmu?”
“Bagaimana dengan Anton. Lebih berarti Diakah atau Aku untukmu?”
“Kau jangan memojokanku Vian. Pertanyaanmu terlalu kekanak-kanakan.”
“Jawab saj pertanyaanku.”
“Baiklah. Anton adalah Suamiku. Dia segalanya untukku. Dan Kau adalah Temanku. Kau sangat berarti untuku. Aku lebih dulu mengenalmu, jauh sebelum Aku mengenal Anton. Kalian sama-sama berarti dan ada tempat khusus dihatiku walau di tempat yang berbeda.”
“Bagaimanajika Kau harus memilih satu diantara Kami. Kau lebih memilih Anton atau Aku?”
“Apa maksudmu. Kau gila!”
“Aku ingin Kau menjawabnya.”
“Hoh…Baiklah. Tentu saja Aku lebih memilih Anton. Dia Suamiku,” ucap Nadia tegas.
Alvian tertunduk mendengar jawaban Nadia. Sebenarnya Alvian tahu jawaban itulah yang akan Dia dengar dari mulut Nadia.
“Tahukah Kau Nadia, Aku sangat mencintaimu. Aku tak ingin Orang lain memilikimu biarpun Orang itu jauh lebih baik dariku.”
Nadia mendekat dan duduk didekat Alvian.
“Walau Aku bukan dirimu tapi Aku tahu apa yang Kau rasakan. Tapi Aku yakin Kau tak sekejam itu, karena itu bukan sifat dasarmu.”
“Tapi Aku manusia.”
“Aku tahu itu.”
“Jadi apa Aku salah mencintaimu?”
“Tidak. Tapi tidak untuk sekarang. Sore ini Aku akan kembali ke Merauke. Mungkin akan sangat lama Kita tidak akan bertemu. Atau bahkan ini pertemuan Kita yang terakhir.”
“Maafkan Aku Nadia. Sebenarnya Aku hanya ingin Kau tahu betapa Aku sangat kehilanganmu waktu Kau pergi meninggalkan Kota ini. Aku tak berhak melarangmu. Mengatakan kalau Aku mencintaimu dan akan selalu menunggumu pun tak berani.”
“Maafkan Aku Alvian. Tapi jangan buat Aku menyesal telah menemuimu. Sudahlah tak perlu kita perdebatkan lagi karena Kita telah sama-sama Dewasa.” Potong Nadia. ” Aku harus segera ke Bandara. Pesawatku terbang jam tujuh, sore ini. Sekali lagi maafkan Aku dan Selamat tinggal…”…
Nadia kemudian berjalan meninggalkan Alvian yang kembali sendirian. Anton Suaminya telah menunggunya dimobil.
“Seharusnya Kau tahu Nadia, Aku benci sekali kata-kata perpisahan waktu itu dan kini Kau mengulangnya kembali saat Kita baru bertemu.” Gumamanya pada Nadia. Entah Dia mendengarnya atau tidak. Tapi untuk sejenak Dia berhenti walau tak menoleh kepadanya dan kembali berjalan meninggalkanya. Albert yang sejak tadi mengamati Mereka dari kejauhan menghampiri Alvian yang masih sendiri.
“Sebenarnya yang Kukatakan siang tadi semuanya tak benar. Aku hanya berusaha untuk tidak lemah dan menerima kenyataan. Bersabarlah. Aku yakin Kau akan menemukan Wanita yang jauh lebih baik dari Nadia,” ucap Albert
“Tapi Aku merasa Nadialah yang terbaik.”
“Itu karena Kau belum bertemu dengan Wanita itu,” ucap Albert lagi. Alvian menarik nafas panjangnya. Dia melipat kedua tangannya didepan.
“Apa Kau menilai Aku Seorang Pria yang lemah, Albert?”
“ hampir. Tapi sebagai Lelaki tak seharusnya Kau terlalu bersedih seperti ini.”
“Kau benar. Aku memang Pria yang terlalu ,memakai perasaan. Albert, bisakah Kau tinggalkan Aku sendiri?”
“Tentu saja.” Jawab Albert. “ Baru saja Ibumu menelephonku. Dia memintaku untuk menyampaikan padamu supaya tak pulang terlalu larut. Dia sangat khawatir padamu”
“Katakan pada Ibuku , Aku baik-baik saja dan akan segera pulang. Aku hanya butuh waktu sebentar untuk menenangkan diri.”
“Ya.”…
Albert menepuk pundak Alvian lalu meninggalkannya. Kini kembali tinggalah Dia sendiri. Matahari semakin memerah dan semakin membesar. Alvian merasakan matanya yang pedas. Dalam beberapa menit saja Matahari telah terbenam. Alvian menarik nafas panjangnya lagi dan memejamkan matanya. Kisahnya telah berakhir. Penantiannya berujung dengan kekecewaan. Tapi kehidupan masih terus berlanjut dan Dia harus membuka matanya kembali.


* * *

MILA

Lasmini berbaring berbantal pada tas pakaiannya yang setengah terbuka. Dari dalam tas berbahan sintetis itu tercium aroma khas yang mengingatkannya pada satu kisahnya dimasa kecilnya. Ketika setiap Kakak Perempuan teman-temannya kembali dari Kota tempat Mereka merantau. Walau sudah sangat lama tapi Lasmini masih ingat betul saat Dia mengantri bersama Teman-temannya untuk mendapat bagian oleh-oleh dan sebuah benda yang baginya sangat menarik.
Dalam hati kecilnya yang masih polos, Lasmini pun berharap suatu ketika dia bisa seperti Mereka. Pulang dari Kota dengan membawa sejumlah uang yang tak mungkin didapat bila hanya bekerja di kampung saja. Logat bicara yang terdengar asing karena sisipan kata-kata berbahasa Indonesia saat Mereka bercerita tentang kehidupan Kota yang serba instant dan sangat mengagumkan. Tak ayal beberapa diantara Merekapun mendapat pakaian bekas pakai yang masih sangat bagus dan berwarna terang.
Setelah mendapat sepotong kue dan sebuah penjepit rambut yang indah Lasmini keluar bersama Teman-temannya dengan hati riang gembira. Lasmini merasa Dirinya sangat cantik setelah memakai penjepit barunya.
Lasmini merubah posisi berbaringnya saat seorang Gadis seumurannya, membuatnya terkejut dengan igauannya yang tak jelas. Kini Lasmini berbaring membelakangi Gadis yang mengakhiri igauannya itu dengan kerutan gerahamnya. Tati, Teman sekampungnya, yang berangkat ke Kota bersamanya pun telah lelap sejak tadi.
“Apa seperti ini yang Mereka rasakan waktu pertama ke Kota?”
Hati Lasmini menjadi tak enak. Ternyata semua tak semewah yang Dia angankan selama ini. Bahkan Dia harus tidur dikamar belakang rumah kontrak milik mucikari yang menawarinya pekerjaan, yang sangat sempit. Tentu saja Lasmini tak bisa tidur karena kepanasan.
Baru sehari tiba di Kota tetapi Lasmini sudah merindukan suasana Kampungnya. Ingat pada Bapak dan Ibunya yang pasti sedang memikirkannya. Ingat pada Teman-temannya yang pasti kehilangan satu anggota bermainnya. Ingat pada Yoga yang membuatnya merasa talah dewasa karena perhatianya yang lebih padanya. Ingat pada Ikan-ikan dan Unggas yang setiap hari Dia beri makan.
Untuk mendapatkan apa yang selama ini Dia inginkan, Lasmini harus melupakan semua itu untuk sementara waktu.
Lasmini mendekap tas pakaiannya dengan lebih kencang. Air matanya mulai membasahi bola matanya. Dia sangat rindu semua itu dan Dia ingin pulang, tetapi dengan keras egonya menampik. Walau usianya baru menginjak tiga belas tahun Dia harus belajar hidup mandiri dan melupakan Dunianya yang baru menginjak masa remaja. Tanpa sadar akhirnya Lasmini tertidur di waktu yang sudah menjelang fajar.
Saat terbangun, Lasmini terperanjat dan kebingungan karena di tempat itu hanya tinggal Dirinya sendiri. Tak ada Tati maupun Gadis seumurannya yang baru dikenalnya di tempat ini.. Lasmini pun menjadi sangat ketakutan dan kesedihannya tak terbendung lagi. Dia menangis sekencang-kencangnya.
“Kemana Tati dan yang lainnya?”
Beberapa kali pertanyaan yang sama ditujukan pada Pak Khosim, Lelaki seumuran Bapaknya, yang menawari dan mengajaknya bekerja di sebuah Salon kecantikan di Kota. Beberapa kali juga Pak Khosim menjawabnya dengan jawaban yang sama, kalau Tati dan yang lainnya telah lebih dulu diantar ketempat kerjanya masing-masing yang berbeda dengannya. Dan Dia juga mengimbuhi dengan alasan tak teganya untuk membangunkan Dia yang sangat lelap dan kelelahan.
“Kenapa Aku lain sendiri, dan hanya Aku?”
Belum juga hati Lasmini merasa lega. Entah akan dibawa kemana Dirinya sekarang, sedangkan Dia sendiri baru pertama kali datang ke Kota ini dan tak tahu arah dan tujuan. Lasmini menjadi semakin takut dan cemas. Tetapi apa yang dapat dilakukannya sekarang. Hatinya terus berharap semoga semua prasangka buruknya salah.
Setelah hampir satu setengah jam perjalanan, akhirnya Lasmini tiba ditempat yang baginya sangat asing. Tempat yang sangat mengerikan dan benar-benar menakutkan. Ingin sekali Dia berlari dan mengatakan ‘ TIDAK’, tetapi kakinya telah terlanjur melangkah masuk dan tak mungkin dapat keluar lagi.

* * *


Dari tempat duduknya Mila menerawang ke dalam melalui kaca jendela. Dia melihat Lelaki Tua itu telah rapih dan tengah berbenah. Biarpun telah disisir dengan sebegitu rapatnya, tetap saja rambut tipisnya tak mampu menutupi secara keseluruhan sebagian Kepalanya yang botak. Setelah mematikan api Cigarette-nya Mila masuk kedalam dan memeluk Lelaki tua itu dengan mesra.
“Kenapa cepat sekali Kamu harus pergi lagi. Kau tahu Aku masih ingin Kau disini menemaniku.”
“Sebenarnya Akupun masih ingin lebih lama lagi denganmu, tapi Aku tak bisa melewatkan lelang kali ini. Ini Thander besar jadi Aku harus turun tangan sendiri.”
“Kapan Kau kembali?”
“Secepatnya.”
“Kau janji?”
“Ya. Aku janji,” lelaki tua itu mendengus aroma tembakau. ”Apa Kau merokok lagi?” tanyanya.
“Hanya sebatang.“
“Kau tahu Aku benci rokok. Dan Aku sudah pernah mengatakannya padamu. Kenapa Kau masih saja merokok?”.
“Hanya sebatang, itupun tak habis. Aku tak akan mengulanginya lagi. Maafkan Aku…”
Lelaki itu memasukan beberapa Majalah Politik dan Bisnis kedalam kopernya. Kini Dia mengenakan Jas hitamnya. Mila terpaku memandang keluar jendela.
“Kamu marah padaku Hun?”
Lelaki itu hanya sedikit menoleh sambil tersenyum simpul kemudian menahampiri Mila dan memeluknya.
“Hun, sungguh kau mencintaiku?” tanya Mila lagi.
“Tentu saja Sayang. Kurang apa bukti cintaku padamu. Kau menyangsikannya?”
“Tidak. Aku hanya takut kehilanganmu.”
“Kau tak akan kehilanganku selama Kau setia dan bisa menyenangkanku. Tapi Kau juga harus tahu akibatnya bila Kau tak setia padaku.”
“Sekarang Kau yang menyangsikan kesetiaanku.”
“Bukan seperti itu. Aku hanya mengingatkanmu.”
“Yakinlah Aku akan selalu setia padamu.”
“Hun…!”…
Humingnya.
“Ada apa?”
“Ada yang ingin Kusampaikan padamu.”
“Tentang apa?. Katakan saja.”
“Aku tak enak mengatakannya.”
“ …Aku tahu. Kau perlu uang bukan!”
“Ya. Itu juga kalau Kamu tak keberatan.”
“Uang bukan masalah bagiku. Tapi bukannya awal bulan ini Aku baru mengirimimu Uang?”
“Ya, tapi akhir-akhir ini kebutuhanku sangat banyak dan mobilku masuk bengkel lagi.”
Lelaki itu tersenyum dan membalikan tubuh Mila.
“Baiklah tapi jangan cemberut seperti itu dong!” ucapnya merayu.
“Aku tidak sedang cemberut. Hanya saja Aku masih kangen denganmu dan Kau harus pergi lagi.”
“Kau selalu bisa membuatku berat untuk meninggalkanmu,” lelaki tua itu melihat jam tangannya.“ Sudah hampir jam satu. Aku harus berangkat sekarang, dan soal Uang. Aku akan mentransfernya segera.”
“Aku akan mengantarmu sampai depan.”
Mila melambaikan tanganya selepas kepergian Lelaki Tua itu. Dengan setengah berlari, Dia masuk kembali kedalam rumah. Sudah lewat dari jam dua belas. Angga pasti mulai cemas menunggunya. Dalam hati Mila mulai menggerutui lelaki tua itu yang tak lekas juga berangkat.
“Tentu saja Aku tak akan meninggalkanmu karena Aku sangat cinta pada uangmu. Jauh melebihi rasa sukaku padamu.”
Gerutu Mila sendiri sambil masuk kekamar mandi dan hanya beberap menit saja Dia keluar setelah merapihkan diri dan siap meluncur untuk menemui kekasihnya.



* * *
Wanita bertubuh semampai itu keluar dari mobilnya. Kakinya yang indah terlihat dari sela pintu mobil yang terbuka itu. Dia menaikan kacamatanya, dan rambutnya yang kecoklatan berkilau saat sedikit saja dikibaskan. Wajahnya sangat cantik. Tubuhnya langsing berisi dan semakin menawan dengan balutan gaun mahal yang dikenakannya. Langkah kakinya pasti dan pandangannya lurus kedepan, mencerminkan kalau DiaWanita berkelas dan Smart. Sungguh memaksa Siapa saja Lelaki yang memandangnya, menelan kembali ludah yang sudah di ujung lidah.
Mila berhenti didepan sebuah kamar Hotel dan masuk kedalamnya. Seorang lelaki muda duduk bersilah diatas ranjang sambil bersibuk ria dengan Komputer tipisnya. Melihat kekasihnya telah datang, Lelaki itu menyambutnya dengan senyuman yang bagi Mila sangat menggoda. Baru Dia akan beranjak, lebih dulu Mila menerkamnya dan mendorongnya kembali ke ranjang. Kini Mila merongrong diatas tubuh Angga seperti seekor Kucing yang baru saja menangkap seekor Tikus. Sesaat kemudian Mereka tertawa lepas. Angga menatap Mila yang masih diatasnya. Tubuhnya yang kekar sama sekali tak memberi perlawanan.
“Beberapa hari saja tak bersamamu, Aku seperti kehausan ditengah padang pasir.”
“Disini Aku menunggumu seperti serdadu, sedang disana Kau asik bercumbu dengan lelaki itu.”
“Jangan berkata seperti itu. Aku merasa terhina.”
“Tapi Kau menikmatinya bukan?”
“Tidak!. Sama sekali tidak!. Hanya saja saat ini Aku belum bisa meninggalkanya.”
“Sampai kapan?”.
“Aku tak tahu.”
Mereka sama-sama terdiam.
“Apa Kau mulai menyukainya?”
“Tentu saja tidak. Dia tua dan lemah. Hanya uangnya sajalah yang membuatku tetap bertahan bersamanya hingga saat ini.”
“Tapi Aku sangat cemburu.”
“Sungguh!. Aku senang mendengarnya.”
Hanya dengan sedikit saja tenaga, Angga mampu menumbangkan Mila yang masih merongrong di atas tubuhya. Kini berganti Angga yang berada di atas tubuh Mila. Seperti Se Ekor Harimau yang sedang menerkam Se Ekor Menjangan muda. Sungguh santapan yang nikmat. Mila hanya membiarkan saja kekasihnya mulai menjelajahi tubuhnya. Dia melihat wajah Angga yang penuh hasrat.
“Kau tahu Aku selalu merasa muak setiap kali Lelaki Tua itu menjamahku.”
“Aku akan membuatmu melupakannya,“ bisik Angga sambil terus menjelajahi tubuh Mila secara mendetail, tanpa terlewati. Merekapun bergulat melepaskan kerinduan dan hasrat didada masing-masing. Secara bersamaan.


* * *






















“Aku tak mengira sebegini banyak barang bawaanmu.”
“Tentu saja. Bukankah Kau sendiri yang memintaku agar tidak menyisakan sedikit-pun barang dirumahmu. Kamu tahu, Aku merasa seperti Orang yang terjajah dan kini akan kembali dari pengasingan.”
“Jangan berkata seperti itu. Kau membuatku menjadi merasa bersalah padamu.”
“Tapi ini kenyataan, Sayang, dan Aku tidak menyalahkanmu.”
“Angga menarik Mila kedalam pelukannya dan mencium lembut bibirnya.
“Sudahlah lupakan saja. Maafkan Aku karena membuat perasaanmu menjadi tak nyaman.”
“Ya, Aku tahu.”
Mila melepas pelukannya dan kembali ke posisi semula.
“Aku akan menyelesaikan sisa Administrasi. Kau akan menemaniku atau disini saja?”
“Aku disini saja. Tak apa kan?”
“Tentu saja. Baiklah, tunggu disini sebentar.”
Angga menggesekan hidungnya sambil membelai rambut Mila kemudian membiarkannya berlalu meninggalkannya. Ditepikannya koper dan tas bawaannya disamping tempatnya duduk.
Di sisi lain, baru beberapa langkah Mila menunggalkan tempat administrasi Seseorang memanggil dan menghampirinya. Mereka tampak berbincang. Sepertinya ada sesuatu hal serius yang Mereka bicarakan. Melihat kekasihnya seperti sedang terdesak, Angga menaruh begitu saja buku yang sedang dibacanya dan beranjak untuk melindungi kekasihnya. Tetapi Seorang Lelaki menghalanginya dan memintanya duduk kembali.
“Siapa kau dan apa apa maksudmu menghalangiku?” tanya Angga gusar.
“Tenanglah. Kami tak bermaksud jahat. Yang bersama Kekasihmu adalah Tati, Dia Istriku. Teman Mila-mu waktu kecil.”
“Aku takpercaya, tapi baiklah. Apa maumu dan apa maksudmu dengan Mila-mu?”
Lelaki itu tak langsung menjawabnya. Dia memandang selama beberapa saat dua perempuan yang tengah berbincang itu.
“Ceritanya sangat panjang tetapi Kau akan segera mengetahuinya,” katanya dengan nada datar. “sudah sangat lama Mereka berpisah dan beberapa hari yang lalu Mereka bertemu kembali.”
“Aku tahu ini bukan kebetulan. Apa tujuan Kalian sebenarnya?”
“Baiklah Aku tak akan menutupi semuanya darimu tapi sebelumnya jawab dengan jujur. Apa Kau benar-benar mencintainya?”
“Bila Kau mengharapkan jawaban yang jujur, jawabannya adalah ‘Ya’. Memang awalnya Aku tertarik padanya karena Dia cantik dan cukup memiliki uang untuk bisa membuatku senang. Tapi ternyata Aku salah. Dan pada akhirnya Aku benar-benar jatuh hati padanya. Apapun yang terjadi Aku akan tetap mencintainya.”
“Apapun yang terjadi!. Bagaimana bila Dia menjadi jelek dan miskin?”
“Sudah kukatakan, apapun yang terjadi Aku akan tetap memncintainya. Biarpun Dia menjadi gila atau cacat sekalipun, Aku akan tetap mencintainya,” jawab Angga sungguh-sungguh.
“Benar Kau tak tahu Siapa Mila sebenarnya?”
“…yang Aku tahu Dia adalah Wanita simpanan Seorang pengusaha sukses di Kota ini.” Angga terdiam sejenak.
“ Aku benci sekali menjawab pertanyaanmu ini.”
“Kau tak malu dengan keadaanmu yang sekarang?”
“Apa maksud pertanyaanmu!” Angga mengerutkan dahinya dan Lelaki itu menarik kembali pertanyaanya itu.
“Maafkan Aku. Kau tak perlu menjawabnya. Yang ingin Kutanyakan adalah, apa Dia tidak pernah menceritakan asal-usulnya padamu?”
“Pernah tapi tidak secara jelas. Yang Aku tahu Mila berasal dari Kampung dan hidup sebatang kara di Kota ini.”
“Ya. Sebenarnya Lasmini.., maksudku Mila. Dia datang ke Kota ini bersama Tati, Istriku semenjak Mereka masih remaja. Asal Kau tahu, Mereka pernah menjadi korban penjualan Gadis dibawah umur. Hanya saja nasib Mereka berbeda dan Mereka berpisah. Tati kembali ke Kampung beberapa hari kemudian dan Lasmini, seperti inilah yang terjadi padanya sekarang.”
“Lalu kenapa baru sekarang kalian muncul?, apa karena Dia sudah kaya?”
“Jaga ucapanmu!”
Kini giliran lelaki itu yang memelototi Angga.
“Sudah sangat lama Kami mencarinya.”
Lelaki itu meredup memelankan ucapannya.
“Ayah Lasmini meninggal satu tahun selepas kepergiannya. Dan Ibunya saat ini sedang sakit keras. Beliau sangat merindukan Putrinya dan terus menanyakannya. Dari informasi singkat ini Kau tentu tahu apa yang harus Kau lakukan bukan!”
Angga termenung menatap Mila dan perempuan itu. Diaoun memastikan wajah Lelaki itu yang menunggu jawabanya penuh harap
“Ya. Aku akan bicara pada Mila. Aku akan berusaha membujuknya agar mau kembali pada Orang tuanya.”
“Aku percaya padamu.”
Angga tertunduk lesu. Dia tak tahu mengapa menjadi sejujur dan langsung percaya begitu saja pada Orang yang baru pertama kali ditemuinya. Sama sekali Dia menjadi tak curiga dan tak berprasangka buruk padanya.
Entah Siapa yang paling bersalah dan patut disalahkan saat ini.
Di sisi lain, Tati sama sekali tak menyangka Lasmini yang dulu dia kenal telah berganti nama menjadi Mila. Dan bukan sekedar pergantian nama belaka. Semua yang ada didirinya pun telah berubah. Tati sangat yakin seperti dirinya juga, awalnya Lasmini pasti tak menginginkan semua ini. Tetapi Dia tak dapat menolaknya.
Benarkah Lasmini hanya korban, sedangkan Dia sangat menikmati Dunianya saat ini. Salahkah bila Tati membiarkannya, sedangkan Dia telah berupaya membujuk semampunya agar Dia kembali atau sekedar menemui Orang tuanya yang sangat merindukannya. Tetapi Lasmini terus menolaknya. Tati sadar yang dihadapi bukanlah Lasmini, Teman kecilnya yang lugu dan ambisius, melainkan Mila yang telah berusaha keras menerima keadaan yang mengharuskannya menjadi Mila dan kini telah tercapai. Atau mungkin karena Lasmini merasa malu pada Orang tua dan Orang-orang yang dulu dikenalnya karena kini Dia telah berubah menjadi Mila. Ini seperti menjadi harapan kecil untuk Tati.
Dengan putus asa akhirnya Tati meninggalkan Lasmini tanpa menoleh lagi kebelakang. Dan Suaminya sendiri, Yogi mempersilahkan Lelaki itu pergi dan menggandeng tangan Lasmini keluar meninggalkan Hotel. Tati menghampiri Suaminya dan terisak dipelukannya.
“Aku tak menyangka semua menjadi seperti ini. Aku kasihan melihat Lasmini yang akhirnya menikmati kehidupannya saat ini. Aku tak tega melihat Bibi Ras yang terus saja menyakan Putrinya. Dan Almarhum Paman Kaman, Pasti Dia tak tenang melihat Putrinya menjadi seperti sekarang ini.”
“Sudahlah. Kau tak salah. Kau sudah berusaha semampumu.”
“Tapi Dia datang ke Kota ini bersamaku dan Aku, menjadi Istrimu.”
“Sstt..!. Apa maksudmu?”
“Aku masih ingat dulu Lasmini menyukaimu dan Kau juga menyukainya bukan!. Kurasa Dia masih menyisakan rasa sukanya padamu.”
“Sudahlah jangan diungkit lagi. Itu dulu sekali waktu Kita masih Anak-anak.”
“Tapi Aku tahu Lasmini masih menyukaimu.”
“Hanya sedikit. Selebihnya untuk Lelaki itu. Dan saat ini hanya kau yang ada di hatiku.”
Tati terkulai di pelukan Suaminya. Beberapa saat Mereka terdiam dan tiba-tiba terdengar suara letusan di luar Hotel. Semua Orang terperanjat. Mereka pun terperanjat. Beberapa Orang berlindung dan beberapa lagi berlarian mencari tampat berlindung. Tak lama kemudian beberapa Orang tampak berkerumun di sekitar depan Hotel. Yogi dan Tati spontan pun terbawa rasa ingin tahu dan keluar menghampiri kerumunan itu dengan tergesa.
Ya Tuhan..., Seorang Wanita bersimbah darah di pelukan Seorang lelaki yang sedang histeris. Sangat menyedihkan. Terlebih lagi Wanita itu ternyata adalah Lasmini atau Mila. Sekilas Tati melihat Lasmini menatap kepadanya tetapi kemudian dagunya menurun. Dan dia tak bernafas lagi. Matanya masih terbuka tetapi tubuhnya terkulai tak bernyawa. Tati dan yogi tertegun tak dapat berbuat apa-apa lagi. Hanya memandangi Angga yang mendekap kencang tubuh Mila- nya. Dengan tersedak Dia menghanyutkan perasaanya kedalam dekapan tubuh Mila.



* * *