Monday, February 15, 2010

TEH HIJAU REMPAH HANGAT

Sepucuk sendok bubuk kayu manis dari stoples kaca mungil yang hanya berisi setengahnya, untuk secangkir seduhan teh hijau rempah hangat untuk Dimas. Sambil mengaduk pelan Chaty masih tertarik memandangangi stoples satunya lagi yang telah kosong sejak dua minggu yang lalu. Ya, dua minggu yang lalu Chaty membuka stoples keduanya yang kini hanya berisi setengahnya. Bukan, bukan yang kedua melainkan yang ketiga. Sebelumnya Chaty telah memecahkan stoples yang pertama kosong. Satu stoples untuk waktu satu bulan, dua stoples untuk waktu dua bulan. Chaty merasa perkiraanya tak salah. Secepat itukah waktu dua setengah bulan Dia lalui?. Chaty berhenti mengaduk. Tapi bukan karena stoples-stoples itu atau isinya yang membuat Chaty tanpa sadar mulai melamun, melainkan karena waktu dua setengah bulan itulah pertama kali Dimas membawakan tiga stoples mungil berisi bubuk teh hijau yang telah diracik dengan rempah-rempah ke rumahnya. Hari itu pula Chaty membuka salah satunya. Secepat itukah waktu berjalan?. Kini Chaty meragukan sendiri perkiraanya dan mulai membuka-buka Calender duduknya. Ternyata benar, dua bulan lima belas hari yang lalu, awal Dia mulai menghabiskan sebagian sore harinya bersama Dimas tanpa perlu berpura-pura lagi.
Chaty mengambil beberapa butir cengkeh dan menghanyutkannya diatas putaran air seduhan teh hijau rempah hangatnya dan menaruhnya diatas meja rias. Dari pantulan cermin Chaty dapat melihat dengan jelas Dimas yang masih lelap dengan setengah badannya masih tertutup selimut. Dimas memang Pria yang tampan. Bahkan Dia masih tetap berkharisma biarpun telah memiliki Seorang Anak. Bila saja dulu Chaty lebih berani mengambil resiko, Dia tak perlu menjalin hubungan dibelakang Istrinya yang tetap setia di balik ketidak tahuannya. Dari cermin pula Chaty melihat Dimas menggeliat dan merubah posisi berbaringnya. Chaty menekuk rambut sebahunya dan mengikatnya dengan penjepit. Dia mendekat ke ranjang. Duduk ditepiannya sambil menyibakkan rambut Dimas lalu mencium keningnya. Perlahan Dimas membuka matanya.
“Tidurmu lelap sekali seperti Bayi.”
“Benarkah?, Aku lelah sekali.”
“Aku tahu. Bangunlah dan bersihkan badanmu. Aku telah menyiapkan air hangat untukmu.”
Chaty beranjak menuju meja riasnya kembali. Dimas bangun dan mengambil celana pendeknya yang terserak dilantai lalu memakainya. Dia berjalan menghampiri Chaty yang saat itu tengah mengangkat seduhan teh hijau rempah hangatnya. Seketika Dia menaruhnya kembali saat Dimas memeluknya dari belakang.
“Kau hampir membuatku menumpahkannya.”
“Dan Kau baru saja berhasil menumpahkan hasratku.”
Chaty tersenyum sambil mengusap wajah Dimas.
“Dua hari yang lalu Sandra berkunjung kesini dan sempat menanyakan tentang racikan teh hijau rempah hangat ini.”
“Lalu bagaimana Kau menjawabnya?”
“Aku mengatakan mulai menyukainya sejak tinggal sementara dirumah kalian.”
“Dia curiga?”
“Tentu saja tidak. Aku selalu bisa meyakinkannya,” jawab Chaty.
“Mandilah, sekarang sudah mulai sore.”
“Aku ingin mandi bersamamu.”
“Aku baru selesai mandi. Kamu lihat sendiri.”
“Ayolah Chat..!, Aku masih bisa kok…” bisik Dimas ditelinga Chaty sambil sesekali kembali menciuminya.
“Bukan itu maksudku. Sekarang sudah jam tujuh lewat. Chealsea pasti sudah mulai cemas menunggumu.”
“Ya ampun.., Aku hampir lupa kalau hari ini Chealsea ulang tahun. Untunglah Kau mengingatkanmu.”
Sekali lagi Dimas mencium leher Chaty lalu melepasnya dan menuju kamar mandi. Chaty diam terpaku. Mendadak Dia menyesal telah mengingatkan Dimas tentang Ulang tahun Putrinya. Chaty memperhatikan kotak kado berbalut pita merah dipojok meja riasnya. Hadiah untuk Sandra, Istri Dimas.
Banyak sekali kebetulan disini. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan Mereka, sekaligus Hari Ulang tahun Chealsea, putri tunggal Mereka Apa mungkin ini satu kebetulan ataukah satu perencanaan. Kenapa semua menyangkut Orang-orang terdekatnya. Chaty bertemu Dimas dulu waktu masih SMA, saat terjebak ditengah tawuran pelajar antar sekolah. Dia yang menyelamatkannya dari kekacauan itu. Dan Chaty masih ingat saat itu Dia langsung jatuh hati padanya.
Beberapa hari kemudian Mereka kembali bertemu, dan ternyata Pria baik itu bernama Dimas adalah teman kuliah Sandra sekaligus kekasihnya. Waktu itu Chaty langsung mematahkan harapannya dan cintanya. Sangat menyakitkan memang. Apa ini juga satu kebetulan?.
tanganya mendorong pelan kotak kado berbalut pita merah dipojok meja riasnya. Dimas yang mendengar suara benda terjatuh, kembali membuka pintu kamar mandi dan menjulurkan kepalanya melalui sela pintu yang sedikit terbuka itu. Dia melihat Chaty yang sedang sibuk memunguti pecahan Mug yang terserak dilantai.
“Maaf, Aku tak sengaja menjatuhkannya.”
“Tak apa. Nanti Kita mampir ke Galery untuk membeli yang baru.”
“Kita?, apa maksudmu dengan Kita?”
“Bukankah hari ini Kau juga berencana datang kerumah untuk memberikan ucapan selamat pada Chealsea dan…Sandra tentunya.”
“Tapi tidak bersamamu. Sandra pasti akan curiga.”
“Kurasa tidak. Kantorku melewati rumahmu. Tapi terserah Kau sajalah.”
Kata Dimas dengan nada yang sengaja dikeraskan dari dalam kamar mandi.



* * *








Mobil warna hitam itu meluncur masuk kedalam Garasi yang sengaja telah dibuka lebar-lebar. Disisi kiri terlihat kaki Chaty yang memakai sepatu hak tinggi.
“Chealsea keponakanku tersayang.., Kurasa Sandra telah menelephon Sekertarismu sebelumnya,” ucap Chaty sedikit gugup.
“Lena tahu apa yang harus dikatakan pada Sandra.”
“Sepertinya Sekertarismu sangat mengerti tentangmu.”
“Bukan tentangku, tapi tentang kesibukanku dan pekerjaanku,” jawab Dimas agak kesal
”Sebenarnya sejak tadi ingin kutanyakan padamu. Sebenarnya apa saja yang Kau lakukan didalam Galery. Aku sampai bosan menunggumu.”
“Tentu saja Aku memilih Hadiah untuk Chealsea dan Sandra, bukan asal membeli hadiah.”
“Begitu.”
Mereka saling diam.
“Maafkan Aku. Bukan Aku curiga padamu. Aku hanya gugup.”
“Ya., Aku mengerti,” jawab Chaty pelan.
Chaty berjalan mendahului Dimas melewati satu persatu tatakan batu sepanjang taman samping rumah menuju pintu depan. Chealsea yang berbahagia. Dia cantik sekali dengan gaun pestanya. Chealsea berlari kearah Dimas dan melompat kepelukannya. Mereka tampak sangat dekat dan bahagia.
“Selamat Ulang tahun Sayang. Maafkan papah terlambat,” ucap Dimas pada Putrinya.
“ Tapi Papah terlambat karena menyiapkan hadiah untuk Kamu, Sayang.”
Chaty menunjukan dua kotak kado yang dibawanya. Chealsea pun semakin bergembira. Namun ada satu hal yang membuat pemandangan Chaty menjadi tak enak. Ada seorang Wanita yang baginya asing pada malam ini. Sepertinya Dimas mengenalnya dan Wanita itu juga akrab dengan Chealsea. Sandra sendiri sepertinya sama sekali tak terganggu dengan kehadirannya. Siapa sebenarnya wanita ini?. Sepertinya Chaty pernah bertemu dengannya tapi entahlah. Dia sama sekali tak bisa mengingat kapan dan dimana tepatnya.
“Hai Chaty, Kau memakai anting?. Kau cantik sekali memakainya,” puji Sandra pada Adiknya.
Dalam hati Chaty memberitahukan pada Sandra kalau anting yang dipakainya adalah pemberian Dimas, Suaminya.
“Benarkah?. Baru sekali ini Aku memakai anting. Sebenarnya Aku merasa risih.”
“Tidak Chaty. Kau sangat cocok memakainya,” tegas Sandra.
Pandangan Chaty teralih pada Wanita asing dirumah Kakaknya.
“Siapa Wanita yang bersama Chealsea itu Kak?”
Sandra dan Chaty sama-sama melihat Wanita yang sedang bermain dengan Chealsea.
“Dia Anita. Dulu Dia teman dekat Dimas. Dia sangat baik.”
“Kakak tidak curiga atau cemburu padanya?”
“Awalnya memang, Ya. Aku selalu risih setiap Dia berkunjung kesini dan selalu menunggu kepulangan Dimas. Tapi Aku telah salah paham. Dia kesini untuk konsultasi mengenai pernikahannya yang sebentar lagi. Dan akhirnya Kami akrab seperti sekarang ini.”
“Oh begitu,” Chaty bergeming.
”Tapi Kakak harus tetap waspada.jangan sampai kecolongan.”
Sebenarnya yang lebih takut dan cemburu saat ini adalah Chaty sendiri. Chaty mengamati Wanita itu lebih seksama.
“Kamu mau teh hijau rempah hangat?” tawar Sandra.
Belum sempat Chaty menjawab, Wanita itu telah berada diantara Mereka dengan membawa dua gelas berisi Lemon Ice.
”Kurasa kali ini Chaty lebih suka Lemon Ice. Ambilah!” tawar Anita pada Chaty yang hanya tersenyum menerima segelas Lemon Ice dari Anita. Kali ini sepertinya Dia lebih leluasa dirumah Kakaknya dari pada Dirinya.
“Chaty, rumahmu searah denganku. Bagaimana kalau nanti Kita pulang bersama?, boleh kan Sand?”
“Tentu saja. Itu lebih baik.”
Sekali lagi Chaty hanya mengiyakan tawaran Anita. Chaty merasa seperti terpojok tanpa sebab.
“Selagi Kalian mengobrol, Aku akan mengantar Chealsea ke kamarnya. Sepertinya Dia mulai mengantuk.”
Sandra menggandeng tangan Chealsea meninggalkan Chaty dan Anita. Dari kejauhan sesekali Dimas memandangi dua Wanita cantik di rumahnya. Benarkah Dimas telah melakukan beberapa Affair?. Dimas menghampiri dua Wanita itu setelah Sandra menghilang dibalik pintu kamar Putrinya.


* * *


























Tatapan mata Chaty sesekali mengarah pada kaca sepion depan dan menangkap bola mata sopir taxi yang sesekali menarik tatapannya. Seperti sopir-sopir kebanyakan seolah Diapun acuh dan tetap focus pada kemudinya.
“Aku tahu beberapa kali Kau memaksaku untuk menerima tawaranmu,” ucap Chaty memulai pembicaraan.
“Dan Kau seperti mengusirku saat menawariku untuk pulang bersamamu padahal Aku baru tiba.”
“Penalaranmu cukup tinggi. Aku tahu Kau bukan Gadis polos seperti yang Sandra kira.”
“Terserah apa pandanganmu padaku. Aku tak peduli.”
“Sungguh?. Sepertinya Kau kesal padaku. Bukan hanya kesal, tapi sepertinya Kau mulai membenciku.”
“Tentu saja. Sangat tolol bila Kau tak paham itu.” Jawab Chaty.
“Siapa sebenarnya Kau ini?”
“Sama sepertimu. Hanya bedanya Aku tak sepicik Kamu.”
Chaty semakin kesal dan tak mengerti. Dia menatap tajam Anita melalui kaca sepion.
“Berhanti disini saja Pak.”
Taxi-pun berhenti.Chaty segera membuka pintu dan meloncat keluar. Dengan setengah membungkuk Dia mengintipAnita yang masih santai didalam.
“Aku menilai Kamu lemah sekali Anita” ucap Chaty mencela.
“Aku menilai Kamu Gadis bodoh yang fatal Chaty,” balas Anita.
“Kau tahu, Akulah Orang yang khusus memberikan racikan teh hijau rempah hangat itu untuk Dimas dan Istrinya. Dulu itu adalah minuman faforit Kami. Aku tak suka Kau ikut menikmatinya.”
“Asal Kau tahu, Dimas sendiri yang memberikannya padaku.”
“Tentu saja karena Kau terlalu murahan dan tak tahu malu.”
“Jaga perkataanmu.”
“Tapi Aku tak tahu apa istilah yang cocok untuk Seorang Adik perempuan yang main serong dengan Suami Kakak perempuannya sendiri. Kau lebih rendah dari pelacur!”
“Kau pikir Aku tersinggung karena hinaanmu itu. Aku tahu kau begini karena tak mendapat simpatik dari Dimas bukan!”
Anita menatap Chaty tajam.
“Ku peringatkan Kau. Akhiri semua ini. Dan kembali anggap Dimas adalah iparmu, Suami Sandra Kakakmu sendiri.”
“Maaf Aku tak bisa. Saat ini Aku sudah sangat bahagia bersama Dimas. Biarpun tanpa Status. Dan persetan dengan ucapanmu.”
“Kalau begitu Aku akan memaksamu!”
“Kuterima tantanganmu!”
Chaty mengoyangkan jari-jarinya pada Anita dan melangkah meninggalkannya yang masih didalam taxi. Kaca jendela kembali tertutup. Taxi kembali melaju. Chaty yang geram memukulkan tas bertali panjangnya ke papan penunjuk di tepian jalan. Beberapa Orang yang melihatnya hanya menatapinya dan mengatainya sebagai Orang tak waras. Tetapi Chaty tak peduli dan terus berjalan.
“Aku lebih memilih bahagia karena gila dari pada gila karena tak bahagia,” gumamnya sambil tersenyum sinis.



* * *

No comments:

Post a Comment