Monday, February 15, 2010

SUN BEACH

Sore itu luar biasa cerahnya. Angin mendesis menggoyangkan pohon duri liar di Padang pantai yang gersang. Air laut sangat jernih dengan ombaknya yang tak terlalu besar buyar terpecah karang-karang. Adalah sebentuk keriuahan yang tak ricuh. Memang benar Samudera yang luas perlambang hati yang tak bertepi. Berpadu langit megah mentak-artikan segelintir Kita dengan sekelumit permasalahan hidup yang merupakan bagian dari kodrat. Dan pantai itu selalu saja menjadi sebuah komponen alam yang tak pernah membuat jenuh Siapapun untuk menghabiskan sisa akhir pekannya.
Seperti Bintang. Sepertinya Dia merindukan sesuatu yang telah berlalu di pantai itu. Langkah kakinya yang pelan menyisakan jejak-jejak yang laun tersamarkan pasir kering saat tersapu angin. Rambutnya yang terhempas diselipkan dengan jari telunjuknya. Jauh dibatas pandangannya, Perahu Nelayan seperti tak berkekuatan diatas Samudera.
Bintang merasakan kakinya telah menyentuh air laut dan semakin basah, ketika Ombak kecil lolos dari beregu karang yang menghadangnya. Sejenak Dia berdiri mematung. Saat itu juga diangkatnya kain tipis yang melingkar di pinggang hingga semata kakinya. Kini karang-karang yang hampir tenggelam itu dilewatinya satu persatu. Sampailah Dia di karang yang terbesar. Karang itu seperti panglima perang yang begitu gagah menghadang lawan-lawannya. Bintang meraih dan berpegang pada batu karang itu. Dengan tak terlalu kesulitan, Dia menaiki karang itu seperti sebelum-sebelumnya. Sebentar saja duduk di atasnya, kain tipis yang basah oleh air laut itu telah kering. Kakinya yang mengungkang sama sekali tak tersentuh ombak.
Walau tak mengarahkan pandangannya, sudut mata Bintang dapat melihat dengan Perbukitan yang menjorok ke laut dengan sisi bawahnya yang terkikis gelombang. Dan karang-karang kecil disekitarnta seperti serpihannya.
Bila pandangannya menyisir kearah kanan, maka akan terlihat olehnya beberapa turis asing dan lokal yang beberapa diantaranya tengah bermain-main dengan bunga duri-duri yang menggelinding hingga hanyut terbawa ombak.
Jika keadaan masih sama seharusnya Patrick ada diatas batu karang tempatnya sekarang berada. Didepan komputer tipisnya waktu itu Patrick mengatakan pada Bintang kalau Dia selalu dapat menyelesaikan sisa pekerjaaannya disuasana Alam seperti ini. Dan bila ada Bintang, kekasihnya juga tentunya yang menemani.
Sore hari itu keadaan alam pun sama cerahnya seperti hari ini. Patrick begitu bersemangat walau kali ini komputer tipis yang sudah seperti bagian dari dirinya tak diikut sertakan. Melihat Patrick yang bertelanjang dada, Bintang cukup senang memendanginya yang tengah melompati Ombak-ombak kecil setinggi lututnya. Patrick melambaikan tangannya pada Bintang yang terlihat seperti sedang berpose untuk mengajaknya ikut berenang diperairan dangkal itu. Namun Bintang hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
Sambil merayu dengan kata-kata yang sedikit binal, Patrick menghampiri sambil menciprat-cipratkan air asin kearah Bintang, seraya memaksanya agar turun dan ikut berendam di air hangat itu.
Akhirnya luluh juga Bintang untuk terus menolak ajakan Patrick. Dia turun dari atas batu karang. Mereka bersendau ringan. Kini Bintang lebih asik bermain dengan riak-riak ombak yang seperti menggodanya. Di perairan sedalam pusarnya, Patrick memulai ritual berendamnya dengan membasahi tubuhnya terlebih dahulu, dilanjutkan dengan membenamkan tubuhnya hingga hanya terlihat kepalanya saja. Seperti ikan Paus kemudian Patrick meluncur. Hanya terlihat bagian belakangnya saja. Mukanya tersembunyi didalam air. Kini Patrick memutar tubuhnya seperti Aligator yang tengah mengoyak mangsanya. Dan berganti bagian depannya yang diatas. Dengan hanya sedikit saja menggerakan kakinya maka tubuh Patrick mulai bergerak kedepan dan dengan tangannya sebagai sirip Dia berbelok memutari Bintang yang masih asik bermain dengan ombak-ombak kecil.
“Cobalah seperti yang kulakukan, maka Kamu akan merasakan satu kenikmatan yang tak akan Kau temui ditempat manapun”
“Bukan Aku tak mau. Tapi Aku tak pandai berenang.”
“Kau tak perlu berenang. Hanya mengapungkan tubuhmu saja dengan Relax.”
“Tapi Aku tak yakin bisa.”
“Ayolah Hunny. Cobalah. Jika Kau bisa maka Aku tak perlu sendirian lagi berenang di perairan dangkal ini”
Patrick menurunkan kakinya hingga menginjak pasir yang lunak seperti Lumpur, tetapi tak cukup kuat membenamkan telapak kakinya.”
“Apa ini sama seperti berenang di Kolam?” tanya Bintang ragu.
“Kurang lebih,” jawab patrick
“Baiklah.., tapi Aku perlu bantuanmu.”…
“Tentu saja!.”
Maka Bintang membasahi tubuhnya terlebih dahulu seperti ritual yang dilakukan Patrick, kekasihnya. Bintang berendam sebentar lalu bangkit kembali. Patrick tersenyum senang dengan sedikit menaikan alis matanya. Kedua tangannya menahan punggung Bintang yang mencoba merebah diatas air.
“Relax dan atur nafasmu,” ucapnya memulai arahannya.
“Ya..a…”
“Tenang Hunny, ini sama sekali tak sulit dan tak menakutkan.”
“Semoga begitu.”
...“Baiklah. Setelah Kau merasa ringan gerakan kedua kakimu secara bergantian. Dan jika Kau telah merasa yakin dapat mengapung kau bisa menggunakan kedua tanganmu untuk membelok ke kanan atau ke kiri.”
Bintang mulai melakukan apa yang dikatakan Patrick dengan masih bertumpu pada kedua tangan Patrick yang masih menahan punggungnya.
“Sepertinya tak terlalu sulit.”
“Tentu saja. Apa Kau telah yakin?. Jika iya Aku akan melepas sanggahanku.”
“Sepertinya, iya…”
Perlahan Patrick menarik kedua telapak tangannya dari punggung Bintang. Hanya beberapa saat saja bintang dapat mengambang. Ternyata ombak kecil mampu melampaui mukanya. Seketika Dia hilang keseimbangan dan nyaris tenggelam diperairan dangkal itu sebelum Patrick lebih dulu meraih dan memberdirikannya.
Wajah Bintang memerah. Dirasakannya rongga hidungnya sangat panas dan pedas. Seketika pening tak dapat dielakan dari kepalanya.
“Im sory Hunny..!. Are you allright?.”
“Ya. Hanya saja bagian dalam hidungku panas sekali.”
Suara Bintang terdengar parau dari dalam. Jemarinya terus meremas batang hidungnya yang semakin memerah dan terus menyisihkan air yang masuk kedalam hidungnya. Patrick memeluk tubuh Bintang.
“Seharusnya tadi Aku tidak memaksamu. Sungguh maafkan Aku Hunny…!”…
“Ya. Aku tak apa-apa.”
…“Kalau begitu, Kau istirahat saja. Aku akan mengantarmu ke Pantai.”
“Tak perlu. Aku baik-baik saja. Biar Aku kepantai sendiri,”…
…”Kau lanjutkan saja berenangmu. Aku hanya sedikit tersedak.”
“Baiklah…hait-hati Hunny!”…
Bintang pun menyeberang ke tepian, sedang Patrick terus memastikan Kekasihnya hingga menginjakan kakinya di pasir pantai yang kering. Melihat Bintang yang sepertinya memang baik-baik saja, Patrick kembali menceburkan badannya dan kembali berenang.

* * *

















……
“Bintang…!, Bintang…!”…
Berkali-kali Seorang Pria memanggilnya dari pantai.
…”Bintang!, apa benar Kau tak mendengar panggilanku?”
Ditolehnya Pria berkulit sawo matang yang tengah menatapnya penuh harap. Pria itu masih melebarkan kedua telapak tangannya disekitar mulutnya, untuk memfokuskan panggilannya. Bintang melambaikan tangan padanya. Terasa gelombang air pasang membasahi kakinya yang masih mengungkang. Teringatlah Dia kembali pada Patrick dilautan dangkal sana. Saat pandangannya kembali menelusur kelautan Bintang sudah tak melihat apa-apa lagi. Setitik benda pun tak ada lagi di Lautan dengan ombaknya yang semakin membesar. Angin semakin bertiup kencang. Mula-mula Bintang tak sadar dengan cuaca yang mulai memburuk. Kini hatinya mulai gundah dan semakin cemas.
“Patrick, diman Kau?. Kumohon kembalilah padaku…!” teriak Bintang.
…”Aku benar-benar merindukanmu.”
Bintang memaksakan berdiri walau kakinya gemetar saat melihat ombak yang semakin tak beraturan membentur karang tempatnya berada. Angin yang semakin kencang hampir membuat hilang keseimbangannya.
Melihat kekasihnya yang semakin ketakutan, Sammy menjadi sangat khawatir. Berlarilah Dia menyeberangi perairan sedalam atas lututnya yang memang menjadi tampak menakutkan karena gelombangnya yang semakin mengganas. Setelah sampai Dia segera menggapai Bintang dan menenangkannya.
“Berpeganglah yang erat dan tenanglah Sayang…”
Sammy berusaha menurunkan Bintang yang masih ketakutan. Bola matanya berair. Bintang mulai menangis karena ketakutan dan tangannya berpegang erat pada leher Sammy yang membopongnya ke pantai. Setelah berada dipantai Mereka segera menjauh dari air laut.
“Cepat sekali cuaca memburuk. Sepertinya akan ada badai,” ucap Sammy setelah menurunkan Bintang dari gendongannya.
“Badai?”
Mata Bintang kembali menelusur keperairan. Satu kali, dua kali. Tetap Dia tak melihat apa yang dicarinya.
“Hanya badai kecil. Kau tak perlu khawatir karena ada Aku didekatmu,” Kilah Sammy menenangkan.
…”Sebaiknya Kita mencari tempat berteduh sebelum turun hujan.”
“Tapi…”…
“Tapi apa?. Sudahlah.., disana ada tempat peribadatan yang sepertinya sudah lama tak dipakai lagi,” tunjuk sammy.
Benar. Baru beberapa langkah saja Mereka meninggalkan pantai hujan sudah mendera. Berlarilah Mereka menghindari terpaan air hujan. Sampailah Mereka di tempat peribadatan. Bintang yang hanya menggunakan kaos tanpa lengan dan kain panjang yang tipis sudah kebasahan. Sammy sendiri tak membawa sesuatu apapun untuk diberikan pada Bintang yang mulai kedinginan. Semua perlengkapan ganti yang dibawanya ditinggal di mobil yang dia tinggalkan setelah memutuskan untuk mencari Bintang yang memintanya menunggu. Tentu saja Sammy mencari-cari Bintang yang mengatakan hanya sekedar mencari karang-karang dipantai. Tetapi Dia semakin jauh dan tanpa disadari Bintang sudah tak terlihat lagi hingga ditemukan tengah terjebak di atas batu karang.
Dilepasnya kemeja lengan panjang motif kotak-kotak yang dipakainya untuk diberikan pada Bintang yang mulai menggigil.
“Pakailah. Cuaca buruk seperti ini sangat tidak baik untukmu.”
“Bagaimana denganmu?”
“Tak perlu khawatir. Tak masalah bagiku jika ini bisa membuatmu lebih baik.”
Kini berganti Sammy yang hanya memakai kaos lengan pendek yang tak terlalu tebal. Angin masih saja bertiup dari arah laut. Hujan yang sebenarnya tak terlalu deras menjadi tampias disela-sela lebar dinding dan atap genteng yang beberapa diantaranya telah pecah dan terjatuh.
“Duduk dan berlindunglah pada tembok Sayang..!”
Bintang menuruti saja anjuran Sammy yang memintanya berlindung di tembok setinggi satu setengah meter bersela seperti atas-atasnya. Sammy mendekap Bintang yang bersedekuh. Sepertinya Bintang menikmati dekapan Sammy yang memang membuatnya merasa nyaman dan merasa tenang.
“Dulu Aku tak yakin pada ketulusan cintamu. Tapi sekarang Aku merasa yakin pada apa yang kurasakan.”…
Bintang mendongakkan wajahnya dan mendapati sammy yang tengah menatapinya
…”Sungguh Aku sangat mencintaimu Sayang…!”
“Aku juga,” balas Bintang singkat.
Tatapan Sammy masih tertuju padanya. Bintang tak berkutik saat Sammy mendamparkan bibirnya dan beberapa saat Mereka berciuman. Sadar yang Mereka lakukan bukan hanya sekedar ciuman lagi, Bintang menarik diri dan ciumannya.
“Maaf, sebaiknya Kita hormati Tempat Peribatan ini,” kilah Bintang. Sammy hanya tertegun membiarkan Bintang menggeser posisi duduknya menjauh darinya.
“Maafkan Aku Sayang!. Aku hanya…”…
“Ya. Aku tahu,” potong Bintang sambil merapatkan kemeja Sammy yang menjadi longgar untuknya.
Hujan masih belum berhenti walau badai kecil itu sudah mulai mereda. Hingga cuaca kembali pada keadaan semula Bintang dan Sammy masih pada posisi seperti itu.
“Aku tahu kau belum bisa sepenuhnya melupakan Patrick…”…
“Maafkan Aku Sammy. Tapi sungguh Aku tidak sedang ingin membicarakannya. Dan Aku tak ingin mengecewakanmu.”
“Ya. Aku hanya tak mengira ke tempat ini hanya untuk menemanimu mencari Patrick yang jelas sudah tak ada lagi…”…
“Kenapa Kau berkata seperti itu?.”
“Apa ini tak nyata?.”
“Kumohon Sammy. Jangan pojokan Aku seperti itu.”
"Tidak. Aku hanya mengingatkamnu sebuah kenyataan. Dan Kau tahu Aku sangat mencintaimu!”
“Ya. Aku tahu itu.”
“Tapi kenapa Kau tak memberiku sedikit pun ruang dihatimu!”
“Bukan seperti itu. Aku hanya butuh waktu untuk melupakannya.”
“Untuk berapa lama. Bukan Aku mendesakmu atau tak percaya. Tapi Aku juga punya hati dan perasaan.”
“Sekali lagi maafkan Aku Sammy…”
Kini Bintang yang mendekat dan memeluk Sammy dari samping. Dia menjadi seperti ketakutan akan kembali kehilangan sesuatu miliknya. Bintang hanya diam hingga akhirnya Sammy luluh juga. Tangannya merangkul Bintang dan sekali mencium keningnya.


* * *

No comments:

Post a Comment