Monday, February 15, 2010

PETUALANGAN TENGAH MALAM

Dayat memuntahkan lumatan Lengkuas dari mulutnya. Ternyata Dia salah mengira. Ternyata yang dimakannya bukanlah daging melainkan Lengkuas bercampur bumbu. Dia kembali mengorek-orek sampah dan memeriksa bungkusan demi bungkusan. Ternyata kali ini Dia tak beruntung. Tak sedikitpun makanan yang Dia temukan untuk mengganjal perutnya. Hanya becekan Nasi basi yang sangat menjijikan. Tentu saja Dayat sama sekali tak menyentuhnya. Biarpun telah menjadi kebiasaannya memakan makanan sisa yang telah dibuang, tetapi sama sekali Dia tak sudi untuk mengicipnya sekalipun nasi basi itu. Dayat pun menyudahi pencariannya dengan kesal. Ditendangnya Drum sampah itu. Tetapi kakinyalah yang terasa sakit.
Kini Dayat meninggalkan Drum sampah itu. Tengah malam seperti sekarang ini biasanya Restaurant Jepang itu telah menyudahi aktifitasnya, dan salah satu Karyawannya akan membuang sampah. Biasanya Dia akan mendapat sebungkus makanan baru dari salah Seorang Karyawannya. Tetapi kali ini Dia tak terlalu berharap, karena sudah seminggu ini Dia tidak melihat Karyawan baik itu. Mengkin Dia sudah keluar atau dipindah tugaskan ke cabang lainnya.
Memang benar. Restaurant itu telah menyudahi aktifitasnya. Salah satu Karyawannya baru saja membuang sampah. Dan memang benar, bukan Karyawan baik itu yang membuang sampah. Tetapi tetap saja Dayat mendekat dan mulai mengorek-orek sampah itu untuk mencari sisa makanan. Akhirnya Dia menemukan beberapa bungkus makanan sisa sehingga dapat mengganjal perutnya dengan makanan sampah yang masih sangat nikmat itu. Dan mungkin tak beda jauh dengan rasa waktu makanan itu masih baru. Dayat pun menemukan tiga buah Apel yang salah satunya telah terkupas dan terpotong. Dia lalu memakan Buah Apel yang telah terkupas itu dan mengantongi dua sisanya untuk diberikan salah satunya pada Atho. Dia telah sangat baik padanya. Beberapa kali Atho telah melindunginya dari kekejaman Bang Zhargot pimpinannya. Walau kali ini Bang Atho tak dapat menolongnya karena Dia pun mendapat hukuman. Kali ini Mereka mendapat sedikit sekali Uang dari hasil mengamennya. Tentu saja Bang Zhargot sangat marah dan Mereka tak mendapat jatah makan malam sebagai hukuman.
Dayat memang tak bisa seperti Temannya yang lain. Temannya kerap kali mendapat hasil lebih dari yang telah ditargetkan. Tentu saja hal itu membuat Bang Zhargot sangat senang dan tak enggan memberi Mereka jatah makanan yang lebih. Termasuk jatah makan yang seharusnya untuknya pun diberikan pada Mereka juga. Semua itu tak lain karena Mereka kerap kali berhasil mengambil Dompet, atau Phonsel , Atau benda berharga lainnya dari Orang-orang yang lengah. Dan hingga kini Dayat masih tak bisa melakukan hal yang seperti Mereka biasa lakukan. Tangannya selalu saja gemetar dan Hatinya selalu saja mempertimbangkan tentang bagaimana sangat kehilangan dan sedihnya Orang-orang yang menjadi korban itu nantinya.
Dayat berjalan melewati lorong kumuh menuju Bankernya. Di jam-jam seperti sekarang ini biasanya Teman-temannya telah lelap, dan Bang Zhargot telah entah ada dimana. Mungkin ditempat perjudian bersama Teman-teman se Gang-nya. Atau di Rumah Bordil pinggiran, yang kerap kali lolos dari penggerebekan itu.
Entah sampai kapan Dayat akan hidup seperti ini. Hidup dibawah kekangan Pimpinan Perkumpulan Gepengnya yang bengis dan kejam itu. Seolah Bang Zhargot menjadi pelindung sekaligus Abang, Saudara Mereka. Itu memang benar. Tetapi sesungguhnya semua itu sangat-sangat tidak benar karena Bang Zhargot hidup pun dari hasil kerja keras Dia dan Teman-temannya melawan terik dan kejamnya kehidupan Metropolitan ini. Kenapa Dia tidak lari saja seperti sebelumnya?. Tetapi untuk apa. Toh, itu tak ada gunanya karena pada akhirnya Dia akan kembali terjebak juga pada kehidupan yang sama walau di Lingkungan yang berbeda.
Dayat masih menyusuri Lorong panjang itu. Sampailah Dia dibelokan pertanda Dia sudah dekat dengan Bankernya. Saat baru berbelok tiba-tiba Dia dikejutkan oleh olokan’ Anjing dari arah kegelapan. Tanpa pertimbangan Dayat pun lari sekencangnya, menghindari kejaran Anjing itu hingga tanpa sadar Dia kembali menjauh dari Bankernya. Untunglah Anjing itu berhenti mengejar dan berbalik mendengar kaingan’ Anak-anaknya yang ketakutan karena ditinggalkan Induknya. Atau mungkin Anak-anaknya itu kasihan padanya dan meminta Induknya berhenti mengejarnya.
Dayat berhenti berlari dan membungkukan badannya. Nafasnya tersengal dan terengah-engah.
“ Dasar Anjing sialan!” gerutunya.
Dayat menoleh kembali ke arah tempat Anjing itu tiba-tiba muncul. Anjing itu sudah tak terlihat lagi. Hanya Gongongannya yang sesekali masih terdengar. Dayat teringat kembali pada Anak-anak Anjing itu. Walau Mereka hanya Binatang, Tetapi Dia sangat iri pada Mereka. Karena Mereka benar-benar mendapat perlindungan dan pengakuan dari Induknya. Sedangkan Dia. Bahkan Wajah Ayah-Ibunya sama sekali tak terbersit diingatannya. Saudara pun tak ada selain Atho yang terakhir ini seperti Abang sejatinya.
Dayat berdiri dan berjalan kembali. Kini Dia harus melalui jalan lain menuju Bankernya untuk menghindari Anjing itu. Dia tak ingin diolok dan dikejar Anjing itu lagi.
Dayat meraba kantongnya dan Dia terkejut karena hanya tinggal satu Apel dikantongnya. Dia yakin yang satunya jatuh saat Dia lari karena dikejar anjing tadi. Apa Dia harus berbalik untuk mencarinya. Tak mungkin, karena Dia sendiri tak tahu dimana tepatnya Apel itu terjatuh. Sepanjang lorong itu pun gelap dan bisa saja Apel itu menggelinding dan jatuh keselokan. Tapi sudahlah. Dayat tak mau menyesal hanya karena kehilangan satu Apel. Akhirnya Dayat melanjutkan perjalanan pulangnya tanpa memikirkan Apel itu lagi. Tak apalah Apel yang tinggal satu itu untuk Atho. Atau Dia bisa berbagi setengah-setengah dengannya bila Dia mau. Itu lebih baik.
Saat baru melewati tiga perempat dari panjang lorong, samar telinganya mendengar suara gaduh dari ujung lorong. Seperti suara pukulan bertubi dan teriakan yang tak sanggup diteriakan. Dayat merapatkan diri pada dinding lorong dan mengendap mendekat. Dia melihat Seorang Lelaki Dewasa tersungkur dan beberapa Orang meninggalkannya begitu saja dengan sebuah mobil dan dua buah motor besar. Dayat menutup mulutnya dengan tangannya Sendiri. Setelah beberapa waktu berdiam diri akhirnya Dia memberanikan diri dan mendekati Sosok Orang yang tersungkur itu. Orang itu diam tak bergerak. Setelah berada didekatnya, Dayat memperhatikan tubuh yang terkulai itu dengan seksama. Dengan kakinya Dia mengoyang-goyangkan tubuh Orang itu. Barangkali Dia hanya pingsan. Tetapi tetap diam, tak bergerak. Rian membalikan tubuh yang berat itu. Sepertinya Dia bukan Orang biasa dan bukan Orang pinggiran. Walau dikeremangan, Dayat dapat melihat kulitnya yang terang dan bersih. Pakaiannya pun formal. Hanya saja lusuh dan kotor oleh tanah. Dari raut mukanya sepertinya Dia masih muda. Dan garis wajahnya yang kuat menandakan Dia Orang yang berotak.Di tempelkannya jarinya didepan lubang hidungnya untuk memastilan apakah Dia masih bernafas atau tidak. Walau tak banyak yang bisa dilakukannya, mungkin Dia bisa meminta bantuan pada Orang disekitar bila Dia masih hidup.
Saat jarinya menyentuh batang hidungnya, tiba-tiba mata Orang itu terbelalak. Dan tangannya memegang kuat lengannya. Dayat pun hilang kendali dan keseimbangan. Kakinya memancal kedepan, membuatnya hampir terjungkal kebelakang. Tanpa berfikir panjang Dayat pun menghambur dan lari meninggalkannya. Ditengah pelariannya Dia menabarak tubuh kekar yang kokoh dan beringas. Mata Orang itu menatap tajam kepadanya. Jari-jari tangannya mencengkeram kuat kerah bajunya dan menariknya kedepan hingga sangat dekat dengannya. Hal itu membuat Dayat hampir tak bisa bernafas. Tetapi Orang itu sama sekali tak peduli melihat Dayat yang semakin tercekik. Karena sangat dekatnya Dayat kemuka Orang itu, Dia dapat mendengus dengan jelas aroma alkohol yang sangat menyengat dari mulut Orang itu.
“Ngapain Lo malam-malam ditempat ini, hah!” tanyanya geram. Dayat menunjuk-nunjuk ujung lorong. Dan mulutnya terbata mengucap
“Di..di sana..Bang. a..da Orang di..bunuh!” jawabnya terbata.
“Siapa yang dibunuh?. Apa Dia membawa sesuatu, hah!” tanyanya lagi tanpa menurunkan nada geramnya.
“Aku tak tahu Bang. Tapi se..pertinya Dia Orang ka..ya!”
“Lalu apa yang Lo ambil dari Dia?”.
Dayat hanya menggeleng.
“Tidak ada..Bang!”.
Jawaban Dayat membuat Orang itu sangat marah. Dengan sekuat tenaga dilemparnya tubuh kecil itu hingga terpental dan membentur dinding lorong. Tentu saja Dayat sangat kesakitan dan mengaduh. Tetapi sama sekali Orang itu tak simpatik padanya. Seperti tak mau kehilangan kesempatan, Dia langsung menghambur keujung lorong untuk mengambil apa saja yang bisa diuangkan. Atau mungkin Uangnya. Dayat mencoba bangun dan berjalan dengan masih kesakitan menuju Orang itu yang tak lain adalah Bang Zhargot, Pimpinannya. Dari tempatnya berdiri Dia melihat sorot lampu yang ,menerangi Bang Zhargot yang tengah menjarahi tubuh Orang yang terkulai itu. Dengan jelas Dayat mendengar beberapa kali suara letupan senjata api. Dan Dia melihat Bang Zhargot tersungkur didekat tubuh Orang itu. Dia tak bergerak lagi.
Melihat kejadian mengerikan itu, Dayat menjadi panik dan ketakutan. Terlebih setelah salah satu motor itu menoleh dan menyorot kedalam lorong. Cahayanya yang terang membuatnya terlihat jelas. Perlahan motor itu bergerak menghampirinya. Dayat menjadi sangat panik dan kembali berlari. Sekali letupan terarah kepadanya tetapi Dia berhasil terhindar. Tentu saja gerak motor itu jauh lebih kencang dari lari kakinya. Saat Dia hampir putus asa dan hampir terkejar oleh motor itu, Seseorang menariknya dari sela lorong dan membawanya melewati lorong-lorong sempit yang tak dapat dilalui motor itu. Mereka terus berlari melewati lorong sempit yang berbelok-belok hingga berakhir diujung jalan buntu. Merekapun berhenti dengan nafas yang terengah-engah.
Dayat menoleh ke Orang yang menariknya itu dan Dia langsung dapat mengenalinya yang tak lain adalah Atho. Baru mulutnya akan berucap, telapak tangan Atho menyumbat mulutnya dan hampir menutup hidungnya pula.
“Ssstt…!” bisiknya.
Beberapa saat Mereka menyembunyikan Diri dibalik puing kayu. Tak lama kemudian dua Orang berbadan besar dan berpakaian serba hitam terlihat sedang mencari-cari sesuatu. Dayat dan Atho dapat melihat pisau dan pistol yang dipegang Orang-orang itu. Mungkin hanya keberuntungan dari Tuhan-lah yang akan menyelamatkan Mereka. Mereka terjebak diujung lorong buntu. Seperti Binatang buruan yang terperangkap. Dan Pemburunya telah berada disekitarnya. Bila saja dua Orang itu menelusur lorong sempit disampingnya, maka Mereka akan menemukan sesuatu yang dicarinya. Dan merupakan sasaran yang empuk.
Ternyata keberuntungan memang masih berpihak pada Mereka. Dua Orang itu tak menelusur tetapi berbalik meninggalkan lorong itu. Dayat dan Atho tersungkur lemas. Mereka terduduk diujung lorong itu. Saling pandang dikegelapan yang sempit. Walau tak dapat melihat dengan jelas wajah masing-masing, tetapi Mereka dapat merasakan kecemasan dan ketakutan didiri Mereka masing-masing.
Mereka baru saja melihat dua kematian yang tragis dan sangat mengerikan. Satu kematian Orang asing itu, dan satu lagi kematian Bang Zhargot, Pimpinannya, ditangan Orang yang sama. Mereka pun baru saja dikejar maut dan hampir saja terjadi dua kematian lagi. Di Orang yang sama pula.
Dayat merogoh kantongnya dan mengeluarkan buah Apel yang masih dikantonginya.
“Aku menyisakan untuk Abang,” ucapnya.
“Sejak kapan Gue jadi Abang Lo!”
“Sejak saat ini dan sejak.. Aku mengenal Abang.”
“Hah.., aneh sekali Lo ini. Tapi tak apalah Gue punya Adik yang bodoh tapi baik hati seperti Lo.”
“Abang mau Apel ini ngga?. Tadinya dua tapi yang satunya hilang”.
“Dasar bodoh. Di saat genting seperti ini, masih saja kepikiran makanan,” ucapnya sambil menoyor kepala Dayat. Tapi Dayat hanya tertawa senang.
“Sini!” Atho pun mengambil Apel itu dari tangan Dayat dan menggigitnya. Dayat memandanginya dengan sedikit mengecap dan menelan ludah.
“Aku juga masih mau. Maksudku Kita berbagi,” jelasnya.
Atho menatap tajam kepadanya, lalu Dia memberikan Apel itu lagi padanya membuat Dayat menjadi sangat bersalah.
“Ini ambil!” ucapnya tegas. “Lo kira Gue tega makan sendirian. Ha..ha..ha…!” tawanya terdengar meledek. Dayat pun tertawa lega. Mereka pun menertawakan Diri Mereka yang baru saja begitu ketakutan.
“Ssstt…!” bisik Atho. Dayat terdiam tegang.
“Jangan hanya karena Apel ini nyawa Kita melayang,” ucapnya pelan. Mereka pun kembali tertawa. Kali ini hanya mengikik sambil menikmati gigitan demi gigitan buah Apel itu secara bergantian hingga habis. Dan Mereka pun tertidur diujung lorong itu karena kelelahan.


* * *

No comments:

Post a Comment