Monday, February 15, 2010

MILA

Lasmini berbaring berbantal pada tas pakaiannya yang setengah terbuka. Dari dalam tas berbahan sintetis itu tercium aroma khas yang mengingatkannya pada satu kisahnya dimasa kecilnya. Ketika setiap Kakak Perempuan teman-temannya kembali dari Kota tempat Mereka merantau. Walau sudah sangat lama tapi Lasmini masih ingat betul saat Dia mengantri bersama Teman-temannya untuk mendapat bagian oleh-oleh dan sebuah benda yang baginya sangat menarik.
Dalam hati kecilnya yang masih polos, Lasmini pun berharap suatu ketika dia bisa seperti Mereka. Pulang dari Kota dengan membawa sejumlah uang yang tak mungkin didapat bila hanya bekerja di kampung saja. Logat bicara yang terdengar asing karena sisipan kata-kata berbahasa Indonesia saat Mereka bercerita tentang kehidupan Kota yang serba instant dan sangat mengagumkan. Tak ayal beberapa diantara Merekapun mendapat pakaian bekas pakai yang masih sangat bagus dan berwarna terang.
Setelah mendapat sepotong kue dan sebuah penjepit rambut yang indah Lasmini keluar bersama Teman-temannya dengan hati riang gembira. Lasmini merasa Dirinya sangat cantik setelah memakai penjepit barunya.
Lasmini merubah posisi berbaringnya saat seorang Gadis seumurannya, membuatnya terkejut dengan igauannya yang tak jelas. Kini Lasmini berbaring membelakangi Gadis yang mengakhiri igauannya itu dengan kerutan gerahamnya. Tati, Teman sekampungnya, yang berangkat ke Kota bersamanya pun telah lelap sejak tadi.
“Apa seperti ini yang Mereka rasakan waktu pertama ke Kota?”
Hati Lasmini menjadi tak enak. Ternyata semua tak semewah yang Dia angankan selama ini. Bahkan Dia harus tidur dikamar belakang rumah kontrak milik mucikari yang menawarinya pekerjaan, yang sangat sempit. Tentu saja Lasmini tak bisa tidur karena kepanasan.
Baru sehari tiba di Kota tetapi Lasmini sudah merindukan suasana Kampungnya. Ingat pada Bapak dan Ibunya yang pasti sedang memikirkannya. Ingat pada Teman-temannya yang pasti kehilangan satu anggota bermainnya. Ingat pada Yoga yang membuatnya merasa talah dewasa karena perhatianya yang lebih padanya. Ingat pada Ikan-ikan dan Unggas yang setiap hari Dia beri makan.
Untuk mendapatkan apa yang selama ini Dia inginkan, Lasmini harus melupakan semua itu untuk sementara waktu.
Lasmini mendekap tas pakaiannya dengan lebih kencang. Air matanya mulai membasahi bola matanya. Dia sangat rindu semua itu dan Dia ingin pulang, tetapi dengan keras egonya menampik. Walau usianya baru menginjak tiga belas tahun Dia harus belajar hidup mandiri dan melupakan Dunianya yang baru menginjak masa remaja. Tanpa sadar akhirnya Lasmini tertidur di waktu yang sudah menjelang fajar.
Saat terbangun, Lasmini terperanjat dan kebingungan karena di tempat itu hanya tinggal Dirinya sendiri. Tak ada Tati maupun Gadis seumurannya yang baru dikenalnya di tempat ini.. Lasmini pun menjadi sangat ketakutan dan kesedihannya tak terbendung lagi. Dia menangis sekencang-kencangnya.
“Kemana Tati dan yang lainnya?”
Beberapa kali pertanyaan yang sama ditujukan pada Pak Khosim, Lelaki seumuran Bapaknya, yang menawari dan mengajaknya bekerja di sebuah Salon kecantikan di Kota. Beberapa kali juga Pak Khosim menjawabnya dengan jawaban yang sama, kalau Tati dan yang lainnya telah lebih dulu diantar ketempat kerjanya masing-masing yang berbeda dengannya. Dan Dia juga mengimbuhi dengan alasan tak teganya untuk membangunkan Dia yang sangat lelap dan kelelahan.
“Kenapa Aku lain sendiri, dan hanya Aku?”
Belum juga hati Lasmini merasa lega. Entah akan dibawa kemana Dirinya sekarang, sedangkan Dia sendiri baru pertama kali datang ke Kota ini dan tak tahu arah dan tujuan. Lasmini menjadi semakin takut dan cemas. Tetapi apa yang dapat dilakukannya sekarang. Hatinya terus berharap semoga semua prasangka buruknya salah.
Setelah hampir satu setengah jam perjalanan, akhirnya Lasmini tiba ditempat yang baginya sangat asing. Tempat yang sangat mengerikan dan benar-benar menakutkan. Ingin sekali Dia berlari dan mengatakan ‘ TIDAK’, tetapi kakinya telah terlanjur melangkah masuk dan tak mungkin dapat keluar lagi.

* * *


Dari tempat duduknya Mila menerawang ke dalam melalui kaca jendela. Dia melihat Lelaki Tua itu telah rapih dan tengah berbenah. Biarpun telah disisir dengan sebegitu rapatnya, tetap saja rambut tipisnya tak mampu menutupi secara keseluruhan sebagian Kepalanya yang botak. Setelah mematikan api Cigarette-nya Mila masuk kedalam dan memeluk Lelaki tua itu dengan mesra.
“Kenapa cepat sekali Kamu harus pergi lagi. Kau tahu Aku masih ingin Kau disini menemaniku.”
“Sebenarnya Akupun masih ingin lebih lama lagi denganmu, tapi Aku tak bisa melewatkan lelang kali ini. Ini Thander besar jadi Aku harus turun tangan sendiri.”
“Kapan Kau kembali?”
“Secepatnya.”
“Kau janji?”
“Ya. Aku janji,” lelaki tua itu mendengus aroma tembakau. ”Apa Kau merokok lagi?” tanyanya.
“Hanya sebatang.“
“Kau tahu Aku benci rokok. Dan Aku sudah pernah mengatakannya padamu. Kenapa Kau masih saja merokok?”.
“Hanya sebatang, itupun tak habis. Aku tak akan mengulanginya lagi. Maafkan Aku…”
Lelaki itu memasukan beberapa Majalah Politik dan Bisnis kedalam kopernya. Kini Dia mengenakan Jas hitamnya. Mila terpaku memandang keluar jendela.
“Kamu marah padaku Hun?”
Lelaki itu hanya sedikit menoleh sambil tersenyum simpul kemudian menahampiri Mila dan memeluknya.
“Hun, sungguh kau mencintaiku?” tanya Mila lagi.
“Tentu saja Sayang. Kurang apa bukti cintaku padamu. Kau menyangsikannya?”
“Tidak. Aku hanya takut kehilanganmu.”
“Kau tak akan kehilanganku selama Kau setia dan bisa menyenangkanku. Tapi Kau juga harus tahu akibatnya bila Kau tak setia padaku.”
“Sekarang Kau yang menyangsikan kesetiaanku.”
“Bukan seperti itu. Aku hanya mengingatkanmu.”
“Yakinlah Aku akan selalu setia padamu.”
“Hun…!”…
Humingnya.
“Ada apa?”
“Ada yang ingin Kusampaikan padamu.”
“Tentang apa?. Katakan saja.”
“Aku tak enak mengatakannya.”
“ …Aku tahu. Kau perlu uang bukan!”
“Ya. Itu juga kalau Kamu tak keberatan.”
“Uang bukan masalah bagiku. Tapi bukannya awal bulan ini Aku baru mengirimimu Uang?”
“Ya, tapi akhir-akhir ini kebutuhanku sangat banyak dan mobilku masuk bengkel lagi.”
Lelaki itu tersenyum dan membalikan tubuh Mila.
“Baiklah tapi jangan cemberut seperti itu dong!” ucapnya merayu.
“Aku tidak sedang cemberut. Hanya saja Aku masih kangen denganmu dan Kau harus pergi lagi.”
“Kau selalu bisa membuatku berat untuk meninggalkanmu,” lelaki tua itu melihat jam tangannya.“ Sudah hampir jam satu. Aku harus berangkat sekarang, dan soal Uang. Aku akan mentransfernya segera.”
“Aku akan mengantarmu sampai depan.”
Mila melambaikan tanganya selepas kepergian Lelaki Tua itu. Dengan setengah berlari, Dia masuk kembali kedalam rumah. Sudah lewat dari jam dua belas. Angga pasti mulai cemas menunggunya. Dalam hati Mila mulai menggerutui lelaki tua itu yang tak lekas juga berangkat.
“Tentu saja Aku tak akan meninggalkanmu karena Aku sangat cinta pada uangmu. Jauh melebihi rasa sukaku padamu.”
Gerutu Mila sendiri sambil masuk kekamar mandi dan hanya beberap menit saja Dia keluar setelah merapihkan diri dan siap meluncur untuk menemui kekasihnya.



* * *
Wanita bertubuh semampai itu keluar dari mobilnya. Kakinya yang indah terlihat dari sela pintu mobil yang terbuka itu. Dia menaikan kacamatanya, dan rambutnya yang kecoklatan berkilau saat sedikit saja dikibaskan. Wajahnya sangat cantik. Tubuhnya langsing berisi dan semakin menawan dengan balutan gaun mahal yang dikenakannya. Langkah kakinya pasti dan pandangannya lurus kedepan, mencerminkan kalau DiaWanita berkelas dan Smart. Sungguh memaksa Siapa saja Lelaki yang memandangnya, menelan kembali ludah yang sudah di ujung lidah.
Mila berhenti didepan sebuah kamar Hotel dan masuk kedalamnya. Seorang lelaki muda duduk bersilah diatas ranjang sambil bersibuk ria dengan Komputer tipisnya. Melihat kekasihnya telah datang, Lelaki itu menyambutnya dengan senyuman yang bagi Mila sangat menggoda. Baru Dia akan beranjak, lebih dulu Mila menerkamnya dan mendorongnya kembali ke ranjang. Kini Mila merongrong diatas tubuh Angga seperti seekor Kucing yang baru saja menangkap seekor Tikus. Sesaat kemudian Mereka tertawa lepas. Angga menatap Mila yang masih diatasnya. Tubuhnya yang kekar sama sekali tak memberi perlawanan.
“Beberapa hari saja tak bersamamu, Aku seperti kehausan ditengah padang pasir.”
“Disini Aku menunggumu seperti serdadu, sedang disana Kau asik bercumbu dengan lelaki itu.”
“Jangan berkata seperti itu. Aku merasa terhina.”
“Tapi Kau menikmatinya bukan?”
“Tidak!. Sama sekali tidak!. Hanya saja saat ini Aku belum bisa meninggalkanya.”
“Sampai kapan?”.
“Aku tak tahu.”
Mereka sama-sama terdiam.
“Apa Kau mulai menyukainya?”
“Tentu saja tidak. Dia tua dan lemah. Hanya uangnya sajalah yang membuatku tetap bertahan bersamanya hingga saat ini.”
“Tapi Aku sangat cemburu.”
“Sungguh!. Aku senang mendengarnya.”
Hanya dengan sedikit saja tenaga, Angga mampu menumbangkan Mila yang masih merongrong di atas tubuhya. Kini berganti Angga yang berada di atas tubuh Mila. Seperti Se Ekor Harimau yang sedang menerkam Se Ekor Menjangan muda. Sungguh santapan yang nikmat. Mila hanya membiarkan saja kekasihnya mulai menjelajahi tubuhnya. Dia melihat wajah Angga yang penuh hasrat.
“Kau tahu Aku selalu merasa muak setiap kali Lelaki Tua itu menjamahku.”
“Aku akan membuatmu melupakannya,“ bisik Angga sambil terus menjelajahi tubuh Mila secara mendetail, tanpa terlewati. Merekapun bergulat melepaskan kerinduan dan hasrat didada masing-masing. Secara bersamaan.


* * *






















“Aku tak mengira sebegini banyak barang bawaanmu.”
“Tentu saja. Bukankah Kau sendiri yang memintaku agar tidak menyisakan sedikit-pun barang dirumahmu. Kamu tahu, Aku merasa seperti Orang yang terjajah dan kini akan kembali dari pengasingan.”
“Jangan berkata seperti itu. Kau membuatku menjadi merasa bersalah padamu.”
“Tapi ini kenyataan, Sayang, dan Aku tidak menyalahkanmu.”
“Angga menarik Mila kedalam pelukannya dan mencium lembut bibirnya.
“Sudahlah lupakan saja. Maafkan Aku karena membuat perasaanmu menjadi tak nyaman.”
“Ya, Aku tahu.”
Mila melepas pelukannya dan kembali ke posisi semula.
“Aku akan menyelesaikan sisa Administrasi. Kau akan menemaniku atau disini saja?”
“Aku disini saja. Tak apa kan?”
“Tentu saja. Baiklah, tunggu disini sebentar.”
Angga menggesekan hidungnya sambil membelai rambut Mila kemudian membiarkannya berlalu meninggalkannya. Ditepikannya koper dan tas bawaannya disamping tempatnya duduk.
Di sisi lain, baru beberapa langkah Mila menunggalkan tempat administrasi Seseorang memanggil dan menghampirinya. Mereka tampak berbincang. Sepertinya ada sesuatu hal serius yang Mereka bicarakan. Melihat kekasihnya seperti sedang terdesak, Angga menaruh begitu saja buku yang sedang dibacanya dan beranjak untuk melindungi kekasihnya. Tetapi Seorang Lelaki menghalanginya dan memintanya duduk kembali.
“Siapa kau dan apa apa maksudmu menghalangiku?” tanya Angga gusar.
“Tenanglah. Kami tak bermaksud jahat. Yang bersama Kekasihmu adalah Tati, Dia Istriku. Teman Mila-mu waktu kecil.”
“Aku takpercaya, tapi baiklah. Apa maumu dan apa maksudmu dengan Mila-mu?”
Lelaki itu tak langsung menjawabnya. Dia memandang selama beberapa saat dua perempuan yang tengah berbincang itu.
“Ceritanya sangat panjang tetapi Kau akan segera mengetahuinya,” katanya dengan nada datar. “sudah sangat lama Mereka berpisah dan beberapa hari yang lalu Mereka bertemu kembali.”
“Aku tahu ini bukan kebetulan. Apa tujuan Kalian sebenarnya?”
“Baiklah Aku tak akan menutupi semuanya darimu tapi sebelumnya jawab dengan jujur. Apa Kau benar-benar mencintainya?”
“Bila Kau mengharapkan jawaban yang jujur, jawabannya adalah ‘Ya’. Memang awalnya Aku tertarik padanya karena Dia cantik dan cukup memiliki uang untuk bisa membuatku senang. Tapi ternyata Aku salah. Dan pada akhirnya Aku benar-benar jatuh hati padanya. Apapun yang terjadi Aku akan tetap mencintainya.”
“Apapun yang terjadi!. Bagaimana bila Dia menjadi jelek dan miskin?”
“Sudah kukatakan, apapun yang terjadi Aku akan tetap memncintainya. Biarpun Dia menjadi gila atau cacat sekalipun, Aku akan tetap mencintainya,” jawab Angga sungguh-sungguh.
“Benar Kau tak tahu Siapa Mila sebenarnya?”
“…yang Aku tahu Dia adalah Wanita simpanan Seorang pengusaha sukses di Kota ini.” Angga terdiam sejenak.
“ Aku benci sekali menjawab pertanyaanmu ini.”
“Kau tak malu dengan keadaanmu yang sekarang?”
“Apa maksud pertanyaanmu!” Angga mengerutkan dahinya dan Lelaki itu menarik kembali pertanyaanya itu.
“Maafkan Aku. Kau tak perlu menjawabnya. Yang ingin Kutanyakan adalah, apa Dia tidak pernah menceritakan asal-usulnya padamu?”
“Pernah tapi tidak secara jelas. Yang Aku tahu Mila berasal dari Kampung dan hidup sebatang kara di Kota ini.”
“Ya. Sebenarnya Lasmini.., maksudku Mila. Dia datang ke Kota ini bersama Tati, Istriku semenjak Mereka masih remaja. Asal Kau tahu, Mereka pernah menjadi korban penjualan Gadis dibawah umur. Hanya saja nasib Mereka berbeda dan Mereka berpisah. Tati kembali ke Kampung beberapa hari kemudian dan Lasmini, seperti inilah yang terjadi padanya sekarang.”
“Lalu kenapa baru sekarang kalian muncul?, apa karena Dia sudah kaya?”
“Jaga ucapanmu!”
Kini giliran lelaki itu yang memelototi Angga.
“Sudah sangat lama Kami mencarinya.”
Lelaki itu meredup memelankan ucapannya.
“Ayah Lasmini meninggal satu tahun selepas kepergiannya. Dan Ibunya saat ini sedang sakit keras. Beliau sangat merindukan Putrinya dan terus menanyakannya. Dari informasi singkat ini Kau tentu tahu apa yang harus Kau lakukan bukan!”
Angga termenung menatap Mila dan perempuan itu. Diaoun memastikan wajah Lelaki itu yang menunggu jawabanya penuh harap
“Ya. Aku akan bicara pada Mila. Aku akan berusaha membujuknya agar mau kembali pada Orang tuanya.”
“Aku percaya padamu.”
Angga tertunduk lesu. Dia tak tahu mengapa menjadi sejujur dan langsung percaya begitu saja pada Orang yang baru pertama kali ditemuinya. Sama sekali Dia menjadi tak curiga dan tak berprasangka buruk padanya.
Entah Siapa yang paling bersalah dan patut disalahkan saat ini.
Di sisi lain, Tati sama sekali tak menyangka Lasmini yang dulu dia kenal telah berganti nama menjadi Mila. Dan bukan sekedar pergantian nama belaka. Semua yang ada didirinya pun telah berubah. Tati sangat yakin seperti dirinya juga, awalnya Lasmini pasti tak menginginkan semua ini. Tetapi Dia tak dapat menolaknya.
Benarkah Lasmini hanya korban, sedangkan Dia sangat menikmati Dunianya saat ini. Salahkah bila Tati membiarkannya, sedangkan Dia telah berupaya membujuk semampunya agar Dia kembali atau sekedar menemui Orang tuanya yang sangat merindukannya. Tetapi Lasmini terus menolaknya. Tati sadar yang dihadapi bukanlah Lasmini, Teman kecilnya yang lugu dan ambisius, melainkan Mila yang telah berusaha keras menerima keadaan yang mengharuskannya menjadi Mila dan kini telah tercapai. Atau mungkin karena Lasmini merasa malu pada Orang tua dan Orang-orang yang dulu dikenalnya karena kini Dia telah berubah menjadi Mila. Ini seperti menjadi harapan kecil untuk Tati.
Dengan putus asa akhirnya Tati meninggalkan Lasmini tanpa menoleh lagi kebelakang. Dan Suaminya sendiri, Yogi mempersilahkan Lelaki itu pergi dan menggandeng tangan Lasmini keluar meninggalkan Hotel. Tati menghampiri Suaminya dan terisak dipelukannya.
“Aku tak menyangka semua menjadi seperti ini. Aku kasihan melihat Lasmini yang akhirnya menikmati kehidupannya saat ini. Aku tak tega melihat Bibi Ras yang terus saja menyakan Putrinya. Dan Almarhum Paman Kaman, Pasti Dia tak tenang melihat Putrinya menjadi seperti sekarang ini.”
“Sudahlah. Kau tak salah. Kau sudah berusaha semampumu.”
“Tapi Dia datang ke Kota ini bersamaku dan Aku, menjadi Istrimu.”
“Sstt..!. Apa maksudmu?”
“Aku masih ingat dulu Lasmini menyukaimu dan Kau juga menyukainya bukan!. Kurasa Dia masih menyisakan rasa sukanya padamu.”
“Sudahlah jangan diungkit lagi. Itu dulu sekali waktu Kita masih Anak-anak.”
“Tapi Aku tahu Lasmini masih menyukaimu.”
“Hanya sedikit. Selebihnya untuk Lelaki itu. Dan saat ini hanya kau yang ada di hatiku.”
Tati terkulai di pelukan Suaminya. Beberapa saat Mereka terdiam dan tiba-tiba terdengar suara letusan di luar Hotel. Semua Orang terperanjat. Mereka pun terperanjat. Beberapa Orang berlindung dan beberapa lagi berlarian mencari tampat berlindung. Tak lama kemudian beberapa Orang tampak berkerumun di sekitar depan Hotel. Yogi dan Tati spontan pun terbawa rasa ingin tahu dan keluar menghampiri kerumunan itu dengan tergesa.
Ya Tuhan..., Seorang Wanita bersimbah darah di pelukan Seorang lelaki yang sedang histeris. Sangat menyedihkan. Terlebih lagi Wanita itu ternyata adalah Lasmini atau Mila. Sekilas Tati melihat Lasmini menatap kepadanya tetapi kemudian dagunya menurun. Dan dia tak bernafas lagi. Matanya masih terbuka tetapi tubuhnya terkulai tak bernyawa. Tati dan yogi tertegun tak dapat berbuat apa-apa lagi. Hanya memandangi Angga yang mendekap kencang tubuh Mila- nya. Dengan tersedak Dia menghanyutkan perasaanya kedalam dekapan tubuh Mila.



* * *

No comments:

Post a Comment