Monday, February 15, 2010

KETERBIASAAN

Lelaki berpakain tebal itu telah berada di ambang pelataran yang luas. Setelah mengunci pagar besi yang selalu bergerenyit setiap kali bergeser, Dia memungut Surat Kabar hariannya yang telah lembab oleh udara malam itu, lalu berjalan melewati jalan setapak selebar satu setengah meter, menuju Rumah dua lantai yang masih gelap gulita. Di sisi kiri dan kanan jalan setapak itu, berjajar pepohonan yang telah meranggas dan rumput taman yang tak terurus. Setelah sampai didepan pintu utama, Dia merogoh kunci didalam kantong baju tebalnya lalu mencocokannya. Setelah pintu terbuka, Dia segera masuk dengan langkah pastinya, menuju salah satu ruang yang sesaat kemudian menjadi terang setelah Dia masuk.
Tak lama kemudian, Lelaki itu keluar kembali dengan hanya mengenakan celana Jeans dan masih membawa surat Kabar hariannya. Dia menekan beberapa tombol Saklar di dinding samping pintu. Seketika seluruh ruangan menjadi terang benderang. Dengan masih bertelanjang dada Dia membuka Kulkas lalu mengambil sebotol air dan meminumnya hingga hanya tersisa seperempatnya saja. Terasa olehnya isi perutnya menjadi dingin. Dan kulit bagian depannya pun terasa dingin saat terkena udara dari dalam lemari berpendingin yang kemudian Dia tutup kembali.
Sambil berjalan pelan, Lelaki itu melihat halaman depan Surat Kabar hariannya yang salah satu berita utamanya masih berkisar tentang pembunuhan sadis yang terjadi beberapa pekan terakhir. Lelaki itu berhenti berjalan. Sambil berdiri Dia membuka halaman demi halaman untuk mencari berita lengkapnya, dan Dia segera menemukannya. Sehari yang lalu Surat Kabar hariannya menceritakan secara keseluruhan tentang latar belakang salah satu Korban terakhir. Dari awal dilaporkannya oleh kedua Orang tuanya Seorang Anak Lelakinya yang hilang. Tiga hari setelahnya Anak itu ditemukan dengan keadaan tak bernyawa lagi dengan beberapa luka bekas pukulan ditubuhnya. Hasil Otopsi menunjukan kalau Anak itu juga mengalami kekerasan Seks sebelum akhirnya dia dibunuh. Terdapat luka inveksi di Anusnya yang dikarena tekanan benda tumpul.
Tetapi Berita hari ini memberikan informasi yang lain. Memang benar Korban mengalami kekerasan Seks, tetapi sesuai hasil tes Labolatorium dan kesimpulan dari Analisa fisik termasuk tidak ditemukannya sedikitpun Sperma ditubuh Korban,Pelaku tidak secara langsung menggunakan Alat Kelaminnya saat mencabuli Korban.
Dilihat dari kerapihan dalam melakukan kejahatannya sepertinya Pelaku cukup Profesional. Dugaan sementara Pelaku adalah orang dekat korban, atau memilik latar belakang yang masih berkaitan dengan korban. Tetapi yang pasti Pelaku adalah Seorang Psikopat yang memiliki Orientasi Seks menyimpang atau karena mengalami gangguan kejiwaan yang serius.
Di Alinea bawah juga kembali dilaporkan hilangnya Seorang Anak Lelaki kembali sejak dua hari yang lalu. Kemungkinan besar Anak itu menjadi korban penculikan yang dilakukan oleh Orang atau Kelompok yang sama.
Lelaki itu melipat Surat kabar yang baru dibacanya lalu melemparnya begitu saja keatas meja. Dia teringat sesuatu dibawah sana. Tepatnya diruang bawah yang hanya dihubungkan oleh tangga besi memutar dibalakang tembok pembatas. Lelaki itu pun segera menuju ruang bawah. Kakinya yang masih mengenakan sepatu, menimbulkan suara yang cukup keras disetiap pijakannya. Setelah tiba diruang bawah yang hanya berpenerang lampu gantung, mata Lelaki itu menerawang kedepan. Bila dperhatikan ruang bawah itu lebih mirip seperti gudang. Atau lebih mirip lagi seperti Ruang Internal untuk menyekap setiap Tawanan yang harus diasingkan dari Dunia luar.
Di tengah-tengah ruang itu telah menantinya Seorang Anak lelaki yang baru tersadar dari tidurnya karena mendengar suara gema pijakan langkah kaki. Anak itu terikat disalah satu kursi dibalik meja panjang dengan lampu gantung tepat diatasnya. Panasnya ruang bawah itu membuat sulit Lelaki itu membedakan apakah Anak itu sedang menangis, atau basah dimukanya karena berkeringat. Yang pasti saat ini Anak itu tengah mengalami tekanan mental yang sangat berat.
Wajah dan pakaiannya sangat kusam. Tampak luka memar diujung bibir dan pada pelipisnya. Anak itu sangat ketakutan, tetapi Dia tak berhasil menyembunyikan mukanya. Matanya yang terpejamkan pun sama sekali tak mengurangi kecemasannya. Anak itu mencoba meronta dengan sisa tenaganya,Tetapi hanya mampu menggeser kaki-kaki kursi tempatnya terikat. Karena ketidak berdayaannya, Dia kembali memohon dan merengek. Akan tetapi Lelaki bertelanjang dada itu sama sekali tak peduli dan hanya berdiri tegap didepannya.
Lelaki itu melihat sepotong roti bakar diatas piring dan segelas susu yang masih utuh. Dia sengaja menaruhnya tepat didepan Anak itu agar Dia tetap bisa memakannya biarpun dalam keadaan terikat. Mungkin itu bentuk belas kasihan terbesarnya, karena melihat keadaan Anak itu yang sangat labil, sama sekali tak membuatnya iba. Anak itu melihat dada Lelaki dihadapannya yang naik turun seiring dengan nafasnya yang basah. Diruang yang sangat pengap tanpa celah itu, Diapun kembali berkeringat.
“Kenapa Kau tak memakannya?” tanya Lelaki itu pelan.
Anak itu sama sekali tak menjawab. Hanya bibirnya saja yang bergetar.
“Jawab!” bentaknya keras sambil memukulkan telapak tangannya hingga getarannya menumpahkan susu dari gelas biarpun gelas itu tak terguling. Telapak tangan Lelaki itu kemudian mencengkeram keras mulut anak itu hinnga Dia kesakitan. Rintih dan tangisnya terdengar biarpun tak terlalu jelas. Lelaki itu melepaskan cengkeramannya, dan tiba-tiba tamparan kerasnya mengenai muka Anak itu hingga membuatnya terjungkal bersama kursi tempatnya terikat. Dia mengerang kesakitan. Lelaki itu menekuk kedua lututnya didekat Anak itu yang jatuh tertelungkup. Kini tangannya menjambak rambut Anak itu dan Dia kembali mengerang kesakitan.
“Sakit hah…!. Kau ingin bebas?. Baiklah!”
Lelaki itu membuka ikatannya. Setelah terlepas dari ikatannya Anak itu terduduk didekat Lelaki yang kali ini sedikit baik padanya.Dengan masih menekuk kedua lututnya lelaki itu menatapnya tajam lalu mengambil benda yang lebih mirip seperti Alat Kelamin Pria Dewasa dari kantong belakang celananya. Anak itu tahu persis apa maksud benda seperti itu ditunjukan padanya. Dia menjauh dari Lelaki itu dengan memancalkan kakinya kebelakang. Tetapi dengan cepat Lelaki itu kembali menangkapnya dan menelungkupkannya. Tangannya yang kekar membuka paksa celana Anak itu.
“Aku akan menunjukan padamau bagaimana kesakitan demi kesakitan dan siksaan yang kualami waktu di tahanan pada Anak-anak nakal sepertimu!”
Anak itu kembali sangat ketakutan dan meronta dengan sekuat tenaga. Tetapi usahanya sia-sia saja.
“Ampun Om…Ampun!”…
…”Mamah…tolong!. Mah…tolong!”
Mendengar teriakan minta tolong Anak itu pada Ibunya membuat Lelaki irtu menjadi ragu dan membatalkan niatnya. Dia melepaskan Anak itu yang lekas kembali memakai celananya. Kali ini Lelaki itu yang seperti ketakutan sendiri dan berteriak-teriak histeris. Kedua telinganya Dia tutup rapat dengan kedua tangannya yang menekan kuat kepalanya. Anak itu yang masih panic dengan susah payah mengangkat kursi bekas tempatnya terikat dan memukulkannya ketubuh Lelaki itu. Tapi sama sekali pukulannya tak melukainya. Hanya sedikit saja membuatnya merasa sakit.
Sadar dengan perbuatan nekat tawanannya, Lelaki itu kembali kalap dan sangat marah. Dengan kakinya yang masih mengenakan sepatu kulit yang berat, Dia menendang dengan sekuat Anak itu hingga terlempar dan terpelanting kesudut tembok. Hanya rintihannya yang sekejap terdengar kemudian lenyap seketika. Kini tubuh Anak itu tergeletak dan sama sekali tak bergerak lagi.
Melihat kondisinya, Lelaaki itu sama sekali tak bereaksi lebih dari sekedar memandanginya saja, lalu beringsut dengan membawa potongan roti baker dan segelas susu yang seharusnya untuk Anak itu sehari yang lalu. Dia kembali menaiki tangga besi memutar menuju lantai utama. Setelah sampai dilantai utama Dia masih terus berjalan menuju lantai atasnya lagi dengan menggunakan tangga yang kali ini lebih panjang dari yang menuju kelantai bawah.
Di lantai atas Dia menuju teras balkon, dan berdiri mematung disana. Tangannya masih memegang Roti tawar dan segelas susu yang mulai berbusa.
Angin malam meneps lembut lapisan terluar kulit pembungkus tubuh. Udara malam yang lembab terhirup hidung dalam-dalam. Seketika kembali Dia merasa kesepian. Walaupun sudah lama Dia hidup sendiri, tetapi belum juga Dia terbiasa dengan kesendiriannya.
Ketika pilar-pilar tak lagi kokoh dan tersungkur lungkrah. Porak poranda digilir amuk hingga tersengal dan kepongahan. Karena kelapangan harus menelan paksa bulir-bulir kegetiran.
“Mamah..!. Aku sangat merindukanmu…”…
Lelaki itu menjejalkan Roti baker saus susu coklat kedalam mulutnya. Susu coklat yang dulu selalu membuatnya mual dan begah. Seperti seledri dan daun kemangi yang juga pernah membuatnya selalu ingin memuntahkan semua isi lambungnya. Tetapi semua itu telah tak dirasakannya lagi karena semua itu telah menjadi keterbiasaan.
“Kenapa Aku masih belum bisa membiasakan kesendirian ini?”…
Seperti Ibunya, dulu Dia pun selalu memakan Roti baker dengan isinya yang mulai terasa asam dan segelas susu yang selalu telah basi. Mungkin itu bentuk protesnya pada kehidupan buruknya. Dan dia tahu denga seperti itu berarti Dia tengah mengakhiri hidupnya secara perlahan.
Dia tak ingat sejak kapan Ibunya mulai melakukan kebiasaan buruk itu. Yang pasti hal itu dilakukan sejalan dengan semakin memburuknya keadaan mental dan emasinya yang semakin tak stabil. Tak ada Orang lain waktu itu selain hanya Dia dan Ibunya waktu itu di rumah.
Di sisi lain kehidupannya yang jauh dari sempurna, Orang-orang dilingkungannya pun tak menerima Mereka dengan baik. Entah karena latar belakang kehidupan yang bagaimana tentang Orang Tuanya hingga mereka memandangnya dingin dan selalu mencemoohnya sebagai anak Orang tak waras. Dalam bermain Diapun selalu menjadi bahan ledekan dan bulan-bulanan teman-temannya. Karena ketakberdayaannya melawan Kelompok bermainnya, Diapun mulai mengucilkan diri dan menjadi Anak yang oendiam dan pendendam.
Sejalan waktu, keadaan mental Ibunya pun semakin memburuk. Tak jarang dia seperti tak mengenali Anaknya sendiri dan memukulinya setiap Dia dianggap melakukan kesalahan lalu mengurungnya di gudang bawah. Terlebih setelah Dia tahu kalau yang selalu membuang makanan basi yang Dia simpan sebelum memakannya adalah Anak sendiri, Dia menjadi sangat marah. Seperti pada satu sore ketika Dia kembali membuang makanan dan susu basinya. Ibunya menjadi sangat marah dan memukulinya lalu mengurungnya diruang bawah. Dia tahu seperti dirinya, ibunya sangat lapar karena memang tak ada makanan lain selain makanan basi sore itu. Tapi baginya lebih baik melihat Ibunya kelaparan daripada kembali melihatnya memakan makanan basi.
Dengan susah payah akhirnya Dia berhasil keluar dari ruang bawah melalui ventilasi. Dengan sisa uang dikantongnya Dia membeli roti murahan di asongan pinggir jalan. Dengan semangat Dia kembali kerumah untuk memberikan Roti itu pada Ibunya sebagai penebusan kesalahannya karena telah membuang makanannya. Dia pasti akan sangat senang. Tetapi ditengah jalan Dia bertemu dengan Kelompok bermainnya yang sudah seperti musuhnya sendiri. Dia tahu Mereka hanya mencari masalah dengan meminta Roti yang dibawanya. Karena Dia menolak memberikannya, Senior Kelompok itu menyuruh salah satu anggotanya untuk mengambil paksa Roti itu dari tangannya. Terjadilah perkelahian diantara Mereka. Dia sadar biarpun Dia akan menang dalam perkelahian kali ini, pada akhirnya Dia akan kalah juga karena Mereka berkelompok. Tetapi Dia tak akan membiarkan begitu saja Mereka mengambil Roti yang khusus Dia beli untuk Ibunya.
Perkelahian antar Anak itu menjadi lebih serius ketika salah satu anggota kelompoknya melemparkan pisau pada temannya. Beberapa kali memang Dia berhasil menghindari serangannya, tetapi pada akhirnya beberpa goresan mengenainya juga dan Dia semakin terpojok, tetapi tak ada pilihan lain selain tetap melawannya. Saat dengan sekuat tenaga lawannya kembali menyerangnya dengan penuh konsentrasi Dia menghindar dari serangannya dan mendorong tubuh lawannya hingga terjungkal menabrak salah satu temannya. Diluar dugaan, teman lawannya itu berteriak keras dan mengerang kesakitan.Ternyata pisau yang dipegang lawannya mengenai perut temannya hingga mengakibatkan luka yang cukup serius diperutnya. Melihat kejadian itu, beberapa temannya langsung menolong dan sebagian diantaranya langsung menghambur untuk mencari bantuan. Sadar telah terjadi hal yang sangat buruk dan melihat jalan untuk lari terbuka lebar, Diapun segera menghambur tanpa mempedulikan lagi Rotinya yang entah telah terlempar kemana.
Setelah sampai dirumah Dia segera masuk dan mengunci pintu rapat-rapat. Di dalam Dia mencari dan memanggil-manggil Ibunya. Melihat Ibunya Dia langsung lari kearahnya dan memeluknya kencang. Dia berencana mengajak Ibunya pergi meninggalkan rumah. Dia yakin Orang tua Anak itu dan Para tetangganya sangat murka dengan kejadian itu. Walau itu tak semua kesalahannya tapi Dia yakin Mereka tak akan mendengar pembelannya.
Pada awalnya Ibunya menolak dan terus bertanya-tanya, tetapi Diapun menjadi panik saat terdengar gedoran yang sangat gaduh dan keributan diluar rumah. Dia mendekap Putranya yang semakin ketakutan kedalam pelukannya. Karena pintu tetap tak terbuka akhirnya Mereka mendobraknya secara beramai-ramai. Melihat yang dincar berada tak jauh, Mereka langsung membidiknya. Ada dua polisi berseragam diantara Mereka. Orang-orang itu segera merampas Putranya dari pelukannya. Biarpun dengan sekuat tenaga Dia menahannya, pada akhirnya Mereka berhasil merampasnya dan mengaraknya beramai-ramai dengan dikawal dua Polisi itu yang mengamankannya. Permohonannya untuk Mereka mengembalikan Putranya sama sekali tak dipedulikannya. Bahkan beberapa diantara Mereka melayangkan pukulan dan tendangan hingga dia jatuh tersungkur di halaman rumahnya yang luas. Kini Dia hanya memelas pilu memandangi Putranya yang menangis ketakutan ditengah arakannya.
Rupanya kali itu terakhir Dia melihat Ibunya. Setelah itu Dia menjadi tersangka dan mendekam ditahanan khusus Anak itu. Rupanya beberapa hari setelahnya Anak yang mengalami luka tusukan itu meninggal karena inveksi pada hatinya. Dan Vonis hukuman pun dijatuhkan padanya.
Di tahanan khususAnak itulah awal buruk kehidupannya dimulai. Jauh lebih buruk dari perlakuan buruk Kelompok bermainnya dulu. Di tahanan itu Dia harus menjadi Pelayan para Seniornya. Bila sedikit saja Dia melakukan kesalahan maka siksaan kejam telah menantinya sebagai hukuman.Dia akan sangat beruntung bila setengah jatah makannya tetap bersih menjadi miliknya. Karena biasanya Seniornya selalu saja meludahi makanan itu sebelum Dia harus tetap memakannya. Dari segi Psikologis keadaan mentalnya pun sangat buruk. Diruang dingin itu Dia kerap menjadi obyek seks tahanan lain yang mulai menyimpang. Bahkan hal itu pernah dilakukan salah satu polisi tempatnya mendekam.
Selama ditahanan Dia sangat merindukan rumah dan Ibunya yang sama sekali tak pernah mengunjunginya. Tetapi Dia tak marah atau kecewa karena Dia tahu sekali bagaimana kondisi terakhir Ibunya.
Beberapa Tahun kemudian dia terbebas dari hukuman. Kini Dia telah Dewasa. Kedewasaan yang terbentuk dari kekejaman dan tekanan tempatnya menghabiskan sisa masa remajanya.
Saat pertama kembali, Dia menjadi sangat galau dan takut didepan pagar rumahnya sendiri. Dia masih sangat ingat betapa Dia sangat ketakutan saat diseret beramai-ramai. Dia juga melihat Ibunya terjungkal saat berusaha membebaskannya dari tawanan Orang-orang itu. Tapi semua itu telah berlalu. Akhirnya Dia memberanikan diri masuk dan melewati jalanan setapak yang kini tak lagi semenarik dulu. Dibeberapa bagian jalan setapak itu ditumbuhi lumut yang lembab dan licin. Pohon-pohon meranggas liar. Rumput taman tak sama tingginya. Nampaknya tak pernah dipangkas dalam kurun waktu yang sangat lama. Tercium olehnya aroma daun yang mengingatkannya pada masa kecilnya dulu, setiap Dia bermain diatas rumput taman bersama Ibunya. Tentang Ayahnya. Dia sama sekali tak mengenalinya. Ibunya pernah mengatakan kalau Ayahnya telah meninggal tetapi Dia tak pernah memberitahukan bagaimana cara dia meninggal dan diman dia dimakamkan.
Akhirnya smapailah Dia didepan pintu utama yang tak terkunci dan sedikit terbuka. Tanah dilantai teras telah melapuk tebal. Perlahan tangannya mendorong pintu dan matanya menerawang kesekeliling ruang depan rumah itu. Sama sekali tak nampak indah. Bahkan mirip seperti museum tua atau sebuah pavilium tak berpenghuni. Tak ada lagi benda-benda berharga ditempat itu. Hanya beberapa kursi reot yang sangat kotor. Sobekan kertas dan Koran berserakan dilantai. Dia melangkah masuk dn mulai membayangkan hal-hal yang buruk tekah terjadi ditempat ini setelah kepergiannya dulu. Dan tentang Ibunya. Dia masih sangat merindukannya. Dia mulai berkeliling mencari dan memanggil-manggil ibunya. Tetapi tak ada sahutan. Bahkan dirumahnya kini sama sekali tak ada tanda-tanda kehidupan. Tetapi itu tak menyurutkan kerinduannya. Dia terus berkeliling mencari dan memanggil Ibunya dari ruang satu keruang yang lainnya. Di ruang atas dan ruang bawah Diia pun tak ada.
Beberapa hari setelahnya Dia mulai menanyakan keberadaan Ibunya pada Orang-orang yang dikenalnya tetapi tak lagi mengenalinya. Dia juga bertemu dengan beberapa temannya dulu yang sangat memusuhinya. Kini
Tetapi betapa hancurnya perasaanya saat itu. Hatinya hancur lebur. Dan harapannya musnah sirnah. Mereka semua mengatakan kalau Orang yang dicarinya telah lama meninggal. Tepatnya beberapa hari saja setelah penangkapannya. Dia ditemukan dengan keadaan telah membusuk dirumahnya sendiri. Orang-orang itu mengatakan kalau Ibunya meninggal karena keracunan makanan. Dia memang mempercayai itu, tetapi Dia sangat dendam dan tak dapat memaafkan Orang-orang yang telah sangat kejam padanya dan padanya dulu.
Hari demi hari Dia lalui sendiri. Malam demi malamdia kembali kesepian. Satu-satunya keluarganya dan Orang yang sangat Dia sayangi telah meninggalkannya untuk selamanya dan dia baru mengetahuinya.
Dengan berbekal dendam dan pengalaman buruknya waktu berada ditahanan dia mulai melampiaskan kemarahannya kepada Orang-orang yang telah memisahkannya dengan Ibunya. Tindakan nyata mulai Dia lakukan dengan sangat hati-hati mulai dari mencari keterangan tentang Orang-orang yang telah sangat kejam padanya dan Pada Ibunya lalu melampiaskannya dalam tindakan yang sngat sadis pada Mereka.
Lelaki itu kembali tersadar dari lamunannya. Dia kembali menjejalkan potongan roti baker saus susu coklatnya lalu meminum susu basinya hingga habis. Dia kembali meninggalkan teras balkon menuju lantai utama melalui tangga panjang itu. Ditaruhnya piring dan gelas kotor ditempat pencucian piring. Kini Dia turun kembali keruang bawah. Disana Dia kembali melihat Anak Lelaki itu masih tergeletak tak bergerak dengan posisi yang masih sama. Sepertinya tendangan keras Lelaki itu telah mengakhiri penderitaan akibat siksaan fisiknya sejak dua hari yang lalu.
Lelaki itu kembali naik ke lantai utama dan masuk kedalam ruang tempatnya melepas baju tebalnya. Beberapa saat Dia keluar kembali dengan kondisinya yang telah siap untuk kembali melakukan perburuannya. Dia mematikan semua lampu dengan hanya menyisakan lampu tengah saja dan lampu teras yang masih tetap menyala. Setelah siap dengan semua perbekalannya, Dia kembali meninggalkan rumah melewati jalanan setapak dengan pohon-pohon yang meranggas liar dan rumput-rumput yang tak sama ketinggiannya..


* * *

No comments:

Post a Comment